The Road Home (1999)
Original title: Wo de Fuqin he Muqin (My Father and Mother)
Directed by: Zhang Yimou
Cast: Zhang Ziyi, Sun Honglei, Zheng Hao dkk.
Written by: Bao Shi.
Cinematographer: Hou Yong.
Suatu hari di tengah badai salju, seorang manusia yang begitu berarti telah pergi. Ia adalah orang yang sangat layak mendapatkan penghormatan terakhir setinggi-tingginya pada upacara pemakamannya. Di tengah badai salju pula dulu, lebih dari 40 tahun sebelum itu di jalan menuju desanya, seorang gadis menanti dan mencarinya dengan menantang cuaca dingin yang menusuk.
Desa San He Tun yang terpencil terletak di suatu tempat di dataran tinggi negeri Cina. Pria itu datang kesana sebagai guru pertama dan satu-satunya selama puluhan tahun. Saat itu tahun 1950-an, di hari yang cerah dengan warna-warni dedaunan dan pemandangan alam yang begitu indah. Sekolah pertama di desa itu baru dibangun setelah kedatangannya dan dikerjakan secara gotong royong oleh penduduk. Ternyata, kehadiran sang guru bukan hanya memberi arti bagi pendidikan di desa itu, tapi juga bagi Zhao Di, gadis 18 tahun yang tinggal di ujung desa bersama ibunya yang buta.
Zhao Di yang cantik dan polos, pertama kali jatuh cinta tanpa perlu mendefinisikan atau memahami sebab-akibatnya. Sejak pertama kali melihat sang guru, segala tindak tanduk Di Er, begitu dia dipanggil, mencerminkan dorongan perasaannya. Ia memanfaatkan segala kesempatan, dengan keterbatasan dan kelebihannya sebagai wanita, untuk pengungkapan perasaannya.
Sayang, pada suatu saat sang guru mendadak harus pergi. Di Er menanti kedatangannya kembali, sampai musim berganti. Pada batas hari yang dijanjikan ia menunggu di tengah cuaca bersalju, di jalan menuju desa yang pasti akan dilewati sang guru. Ketika sang guru tak kunjung tiba, ia bermaksud menyusul walau menempuh badai salju sampai “tumbang” di awal perjalanan.
Tidak ada konflik-konflik percintaan yang mengganggu mereka, seperti adanya orang ketiga, tidak disetujui keluarga, dan hal lain yang umumnya ada pada kisah-kisah cinta. Ibu Di Er yang awalnya tampak tidak setuju, cepat memahami anaknya, dan toh sang Guru kembali untuk Di Er. Sampai puluhan tahun cinta mereka tetap kuat seiring pengabdian sang guru demi pendidikan di desa San He Tun. Hal yang memprihatinkan justru kondisi desa, yang setelah 40 tahun lebih, tidak banyak mengalami kemajuan. Kehidupan tetap sederhana, bahkan kini ditinggalkan oleh para pemuda desa untuk bekerja di kota, dan sekolah tetap hanya ada satu dengan kondisi bangunan yang sudah bobrok pula.
Terutama bagi yang sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta, menonton film The Road Home mungkin tidak sekedar mengingatkan, tapi juga dapat membuat kita merasakannya. Perasaan jatuh cinta diekspresikan pada film ini dengan hal-hal sederhana yang menjadi begitu berarti bagi yang mengalaminya. Mungkin kesederhanaan yang ditampilkan di sini sudah jauh dari berbagai kenyataan kehidupan yang kita alami dan ketahui. Tapi, bukankah hal ini merupakan salah satu fungsinya sebagai sebuah film, yaitu menampilkan keindahan dari suatu eksplorasi kemurnian perasaan manusia?.
Kepiawaian sang sutradara tidak diragukan lagi. Cara penuturan, permainan warna, musik, dan terutama setting menjadi kombinasi yang lengkap untuk sebuah film drama-romantis. Keindahan alam merupakan kemurnian yang paling menggugah untuk membangkitkan romantisme dalam nostalgia. Di samping itu, warna-warni pada pemandangan yang ditampilkan di film ini merupakan nuansa dari ekspresi hati.
Zhang Ziyi, sang pemeran utama, dalam film pertamanya ini tampil begitu cemerlang. Hanya dengan ekspresi dan bahasa tubuhnya, ia dapat menyampaikan jalan pemikiran dan emosi yang dirasakan tokoh Di Er. Ia juga menampilkan karakter Di Er sebagai gadis polos namun berkemauan keras. Akting Zhang Ziyi di sini mengantarkannya pada ketenaran dan seperti juga filmnya, ia mendapatkan beberapa penghargaan.
Tidak sekedar kisah cinta, film ini mengandung tipikal cerita yang banyak diangkat oleh sutradara Zhang Yimou yaitu menampilkan realisme sosial dan budaya di Cina dengan berbagai karakter manusia di dalamnya, seperti yang terlihat pada film-filmnya yang lain, diantaranya: Not One Less, Shanghai Triad, dan Raise the Red Lantern. Selain itu, kisah dalam film ini juga terkait dengan kondisi di Cina pada tahun 1950-an yang mengalami revolusi politik dan kebudayaan menuju sebuah negara komunis.
Film The Road Home bercerita tentang kesetiaan, baik kesetiaan sang guru yang mengabdi untuk pendidikan desa, juga kesetiaan Zhao Di sebagai istrinya. Hal yang terdengar sederhana namun sebenarnya begitu sulit dan kompleks sehingga tidak banyak orang bisa memilikinya. (Jan 2003)