Tuesday, December 28, 2004

Trilogi PDAM

Melanjutkan:
..................PDAM
..................PDAM AGAINNN

Sejak bulan Mei, keluarga saya menggunakan fasilitas autodebet dari bank untuk membayar beberapa tagihan, termasuk tagihan air PDAM. Sistem ini tentu diadakan untuk kemudahan semua pihak. Dua bulan pertama berjalan lancar. Namun untuk pemakaian bulan Juli dan Agustus terjadi lonjakan tagihan PDAM sampai 20 kali lipat, mencapai 350ribu rupiah, padahal tagihan bulanan kami biasanya hanya berkisar 10-18ribu rupiah.
Alasan sepintas lalu petugas PDAM, ini merupakan akumulasi pembayaran beberapa bulan sebelumnya (Jan-Mar) yang menunjukkan angka 0, karena petugas tidak bisa mencapai meteran air. Padahal pintu pagar kami tidak pernah dikunci, walaupun kami saat itu sedang mengosongkan rumah, yang berarti memang tidak memakai air sama sekali, hanya perlu membayar abonemen.
Seandainya kami memakai air pun, alasan tersebut sebenarnya juga tidak logis, karena PDAM punya sistem tarif yang berbeda sangat jauh untuk setiap pemakaian kelipatan 10m3, sehingga bila ditumpuk, jatuhnya akan lebih mahal berkali-kali lipat.
Setelah kami usut dengan proses yang lama dan berbelit ke pengaduan pelanggan, bagian meter, pembuktian tera ulang di alat teknik yang masing-masing kantor jaraknya berjauhan, jelaslah ada kesalahan besar dalam pencatatan angka meteran. Dari posisi angka meter 124, tercantum bertambah ke 174, lalu bulan berikutnya 274. Padahal, angka yang tertera di meteran saat pengaduan diajukan, masih 136, itu pun ketika sudah masuk ke penagihan bulan berikutnya.
Kelebihan pembayaran sebesar 350ribu tersebut akhirnya dikembalikan oleh Bagian Keuangan PDAM setelah melalui proses birokrasi selama 1 bulan, itu pun pada hari yang dijanjikan masih diulur-ulur, harus bolak-balik lagi karena pejabat yang berwenang tidak berada di tempat, dan ketika akhirnya bisa bertemu pun, beliau sempat mengaku belum menerima arsip pengaduan yang baru disahkan. Ketika saya menegaskan: bersedia berkeliling mencarinya agar masalah bisa selesai hari itu juga, barulah beliau menanyakan sendiri kepada petugas yang bertanggung jawab menyerahkannya, dan ternyata berkas arsip tersebut sudah lama siap menanti di dalam laci, terselip di balik berkas-berkas yang bertebaran tak beraturan.
Tagihan untuk pemakaian bulan September terasa kembali normal, sehingga saya teledor tidak menilik kwitansi (yang baru bisa diambil di bank pada bulan n+1 dari periode pembayaran). Namun, pemakaian Oktober kembali melunjak dan setelah diteliti, TIDAK ADA SAMA SEKALI perbaikan angka meter yang telah repot kami urus dua bulan yang lalu. Mereka hanya menambahkan dari angka 274 ke 283, lalu melunjak lagi jadi 336, sementara angka meter asli masih berkisar di 143. Bahkan selisih 9m3 di bulan September yang saya sangka kembali normal pun, terbukti dibuat-buat, karena sebenarnya dalam 2 bulan baru habis 7m3.
Sesuai saran pejabat tempat melapor, “Rekening yang aneh jangan dibayar dulu”, maka sementara ini, untuk bulan November kami menghentikan pembayaran autodebetnya. Yang bulan-bulan sebelumnya sudah terlanjur dipotong oleh bank dan harus diurus dengan berbelit seperti dulu setelah pemeriksaan selesai di bulan depan.
Tapi, kini air ledeng kami malah disegel tanpa sepengetahuan kami, karena telat membayar pemakaian November (yang seharusnya dibayar sampai 20 Des).
Saya yakin benar-benar tidak ada yang datang ke rumah saya untuk mencatat angka meter, tapi entah kenapa giliran menyegel, pagi-pagi buta bisa ada yang datang mengendap-endap agar tidak kepergok pemilik rumah.
Bagaimana mungkin saya mau membayar, sementara urusan sebelumnya belum tuntas dan sudah jelas anggaran saya setahun telah habis dalam dua bulan ini. Belum lagi kerugian karena didenda gara-gara terlambat membayar tagihan-tagihan lain, waktu dan ongkos bolak-balik ke kantor PDAM.

Saya curiga, adanya konspirasi untuk menimpakan kerugian kepada para pengguna autodebet, karena kami pasti tidak sempat memeriksa dengan teliti. Apalagi masih terekam dalam ingatan saya, kurangnya niat tulus para pejabat untuk mengembalikan uang kelebihan waktu itu.
Saya beruntung masih punya kesadaran dan kesempatan membela hak saya sendiri, namun bagaimana halnya dengan orang yang tidak sempat atau tidak paham cara mengusutnya, atau bahkan tidak tahu sama sekali bahwa ia dirugikan?


Saya mohon tindakan nyata dari pihak-pihak berwenang untuk membenahi segala sistem dalam PDAM agar masalah ini bisa dituntaskan. Saya juga menghimbau seluruh anggota masyarakat, untuk turut berpartisipasi membantu para petugas PDAM demi mewujudkan pelayanan masyarakat yang bersih dan teratur, dengan cara ikut memperhatikan kinerja mereka, dan memperlancar akses petugas ke meteran air agar tak ada alasan tak bisa melakukan pencatatan dengan benar.
Ramala Pualamsari
Sukaluyu Bandung

Saturday, December 18, 2004

Just something

If I am living the river way,
would I know where I came from and where to go?
will there be the wide open sea waiting for me?

Lonely river flows... (cenah mah)

Wednesday, December 15, 2004

SELOKAN BUKAN TEMPAT SAMPAH

Heran ya, masih banyaak aja orang yang menyapu di depan rumahnya, sampahnya langsung di jatuhkan ke selokan. Bungkus bekas makanan dijatuhkan ke selokan lewat lubang di jalan. Apa mereka berpikir selokan akan membawa pergi sampah-sampah itu dan melenyapkannya, membuat kota kita ini bersih nyaman, taat bersahabat?

Saat memperbaiki trotoar dalam rangka Bandung bersolek, ketahuan betapa banyaknya sampah menyumbat saluran-saluran air di bawah jalan. Pembersihan tentunya tidak tuntas dilakukan, tapi trotoar-trotoar sudah tampak cantik dengan Roman Gress-nya. Kadang juga saya melihat ada orang yang rajin kerja bakti mengangkat gunungan sampah campur aduk dengan bau tidak jelas.
Kasihan deh sama mereka, karena mesti melakukan hal yang semestinya tidak perlu dilakukan. Saya sendiri tentu tidak sanggup melakukannya, mana tahan sama baunya, lagipula saya yakin bukan saya yang membuat selokan itu jadi demikian. Duh, egois yah?

Seingat saya, di sekolahpun diajarkan mengenai lingkungan, bahwa tidak boleh membuang sampah sembarangan termasuk di selokan, bahwa sampah plastik menghambat penyerapan air tanah. Tapi, kenapa masih banyak yang sepertinya tidak tahu atau mengerti? masa sih di sekolah mereka tidak diajarkan atau memang lebih banyak orang yang tidak bersekolah di sini? bagaimana ini ya...

Jadi teringat adegan kemunculan dewa sungai di film Sen To Chihiro no Kamikakushi. Mengena sekali. Seandainya roh sungai Cikapundung bangkit dan masuk ke tengah kota, betapa paniknya...

Monday, December 13, 2004

Quote of the Day



APATIS


Tentang perjalanan yang sudah lama diinginkan, tapi baru dilakukan dan akan dilanjutkan

Thursday, December 09, 2004

PDAM AGAINNN!!!!



AAAAAAARRRGGGHHHH....
Birokrasi di Indonesia tak mendukung perbaikan temperamen saya. Sekarang saya dah semakin mengarah ke psaiko akut. Saya membayangkan para pegawai dan pejabat PDAM, ibu-ibu maupun bapak-bapak tergantung berjajar dengan kepala ke bawah di ruangan kantor mereka - yang pada dasarnya merupakan satu hall besar.

Setelah mengobrak-abrik meja kerja mereka, menjejali mulut mereka dengan paria mentah dan cengek tumbuk kasar, saya menggebrak meja sambail membentak:
KEMBALIKAN UANG SAYA!!!!! SIAPA PETUGAS PENCATAT METERAN DI RUMAH SAYA? NGAKU!!! BAWA KE SINI BERSAMA ATASANNYA!!! PECAT!!!! TANGKAP KORUPTOR2 BRENGSEK!!!!

Yak begitulah, hampir gila rasanya berurusan dengan PDAM. Tambah lagi kita juga gak tahu mesti nyalahin siapa, marah ke siapa. Tentu aja jadinya mengeneralisir menyalahkan semua.
It Happens again! Setelah satu bulan tagihan tampak wajar, pemakaian bulan oktober rumah saya kembali melunjak gila-gilaan, dan kembali di keluarga saya harus ada mengantri di tempat jauh dan membayar denda tagihan lain.

Setelah saya tilik kedua kwitansi, ternyata sama sekali gak ada perbaikan angka meteran sesuai dengan hasil pemeriksaan mereka sendiri ketika terjadi kasus pertama. Pada pemakaian september besar tagihannya sengaja diwajarkan sehingga saya tidak teliti kwitansinya karena merasa semuanya sudah kembali normal. Padahal pemakaiannya tetap dihitung berdasarkan catatan stand akhir meter yang udah jelas gak bener, dan hanya dilebihkan sedikit. Dan bulan Oktober kembali melunjak gila, kebayang pemakaian air bersih di rumah saya bulan November versi PDAM yang bakal didebet dari bank bulan ini. Ughk semoga masih sempat dicegah penarikannya.
Mereka itu emang goblog, tolol, atau sengaja ya????

Tuesday, November 23, 2004

River Lover

What I love most about rivers is:
You can't step in the same river twice
The water's always changing, always flowing
But people, I guess, can't live like that
We all must pay a price
To be safe, we lose our chance of ever knowing
What's around the riverbend
Waiting just around the riverbend

I look once more
Just around the riverbend
Beyond the shore
Where the gulls fly free
Don't know what for
What I dream the day might send
Jut around the riverbend
For me
Coming for me

I feel it there beyond those trees
Or right behind these waterfalls
Can I ignore that sound of distant drumming
For a handsome sturdy husband
Who builds handsome sturdy walls
And never dreams that something might be coming?
Just around the riverbend
Just around the riverbend

I look once more
Just around the riverbend
Beyond the shore
Somewhere past the sea
Don't know what for ...
Why do all my dreams extend
Just around the riverbend?
Just around the riverbend ...

Should I choose the smoothest curve?
Steady as the beating drum?
Should I marry Kocoum?
Is all my dreaming at an end?
Or do you still wait for me, Dream Giver
Just around the riverbend?

Just Around The Riverbend
--Dari soundtrack Disney's Pocahontas--

Saturday, November 20, 2004

Eweuh Gawe


Kalo sedang segitu gak ada kerjaannya sampe mau-maunya baca iseng buku telepon, coba deh cari ada berapa nama yang sama atau sekedar mirip dengan nama anda. Haha lihat ada berapa kolom untuk nama Budi (belum termasuk Budhi dan Buddy), Dadang, Tuti, Nani dll. Mungkin buku telepon bisa mencerminkan kira-kira persentase banyaknya orang bernama sama dengan anda di suatu kota? Entahlah, yang pasti ketika mencari di mana kira-kira posisi nama saya kalau tertulis di buku telepon, saya tertawa terbahak-bahak membaca deretan nama yang ada di sekitar posisi untuk nama saya.
Bukan maksud menghina nama-nama mereka (tentu saja nama saya tak kalah aneh). Hanya ketika dideretkan kok rasanya jadi irama yang lucu.

Di antara nama Ramako (PT) dan Raman:
Ramal
Ramalis
Ramalus

Friday, November 12, 2004

Monumen ga penting


Monumen air mancur yang perlu ditebang:
Posted by Hello





Monday, November 08, 2004

ON DAYS LIKE THIS


On a day like this, I would love to climb, to the loftiest peak of them all
In the Santa Lucia mountains and sit by a waterfall,
Where all I could see as I turned my head, is the blue of the sea and sky,
A wind torn cloud like a tattered sail, on a ship that is passing by,
To gaze till my eyes have had their fill, and to hark to the glorious sound,
Of the singing birds and the rustling trees, where all the way out is down,
I would love to pose for the painting class, and be painted in all my glory,
With the moss green earth for the attic floor, in the worlds high upper story.


To sit at the very top of the world,
would give me the greatest bliss,
And that is the thing that I'd love to do,
on a glorious day like this.


POETRY BY ZORA

Ngumpul-ngumpulin puisi lainnya

Friday, November 05, 2004

Cooopeeettt!!!


Strategi pencopet di KRL/ KRD ato apa sih namanya? Pokonya kereta yang sedek2an itu lah di Jakarta =P (berdasarkan pengalaman pribadi):

  • Mendesak untuk naik, mendorong anda dari belakang padahal kan masih ada yang turun (apa memang orang2 indonesia gak tahu bahwa dalam situasi itu yang turun seharusnya didahulukan?)
  • Terus mendesak anda naik ke atas kereta (yang gile aje penuhnya) sambil terus mepet.
  • Ditengah kepadatan yang gak ketulungan itu, tangannya akan menggerayangi tas tangan/ saku celana anda. Jadi, dekaplah barang-barang berharga anda close to your heart.
  • Kalau ketahuan sama yang punya, dia belaga inosèn, lihat-lihat sana-sini
  • Berdirinya di dekat pintu keluar jadi kalau kecirian oleh orang, berhasil/ gak turun di stasiun yg sedang dimampiri si kereta. Mungkin maksudnya juga untuk strategi jambret lalu kabur turun ke stasiun.

Ciri-ciri penting: Pencopet biasanya kurus dan jelek!
Sebel banget saya, tapi kasian juga. Beraninya cuma nyopet soalnya kerempeng. Kalo ketangkep basah bisa-bisa digebukin ampe mampus.

Wednesday, November 03, 2004

Jamadagni Parcel Service


Hari raya Idul Fitri akan segera kita sambut dan rayakan bersama. Silaturahmi, saling memaafkan akan semakin menambah makna yang mendalam di hari besar ini. Mengunjungi kerabat dan relasi akan memberikan kenangan khusus yang tak terlupakan.
Alangkah lebih manisnya apabila kunjungan kita diiringi dengan sedikit oleh-oleh Lebaran yang semakin memperkuat kekerabatan dan memberikan kegembiraan di tengah-tengah keluarga.
Jamadagni Parcel Service akan membantu memenuhi keinginan anda menjelang hari besar ini dengan menyediakan berbagai paket Lebaran yang dapat dipilih untuk diantar ke seluruh alamat kerabat dan relasi anda di Bandung dan sekitarnya dengan pelayanan yang memuaskan. Posted by Hello



Paket A (1 stoples)

Snowball White
Rp.65.000





Paket B (3 stoples)

Nastar/Kastengels
Sweet Schuimpjes
Putri Salju/Chocochip Cookies
Rp.120.000


Paket C (4 stoples)

Nastar/Kastengels
Kokocrunch/Chocoplain Cookies
Sweet Schuimpjes
Butter Cookies
Rp.165.000




Paket D (7 stoples)

kombinasi semua jenis kue
Rp.275.000







PERSYARATAN PEMESANAN PAKET LEBARAN
  1. Sebelumnya periksa dahulu legitimasi pembawa proposal berupa surat keterangan atau tanda pengenal lainnya.
  2. Pemesan harus mengisi surat perjanjianpemesanan paket lebaran yang telah disediakan. Surat perjanjian dibuat dua rangkap, lembar pertama bagi pemesan dan lembar kedua diserahkan kepada pembawa proposal.
  3. Pemesanan harus disertai uang muka minimal 50% dari jumlah total harga pesanan yang diserahkan oleh pemesan pada saat perjanjian ditandatangani dan sisanya dibayarkan pada saat paket telah sampai ke tujuan dengan tanda terima diserahkan kepada pemesan.
  4. Pemesan meilih jenis kue sesuai dengan yang ditawarkan dalam proposal. Permintaan perubahan isi paket dikenakan biaya tambahan sebesar 5% dari harga paket yang dimaksud.
  5. Surat perjanjian sah jika disertai tanda tangan dan cap kedua belah pihak (khusus pemesan perorangan tidak perlu menggunakan cap).
  6. Pembatalan pesanan akan dikenai biaya administrasi sebesar 50% dari total harga pesanan.
  7. Pemesanan dengan tujuan luar kota Bandung dikenakan biaya transportasi sebesar 10% dari total harga pesanan.
  8. Pemesanan selambat-lambatnya 1 minggu sebelum hari raya.


Contact Person:

Thia (08562308528)

Ramala (08122027540)

Thursday, October 21, 2004

Cimahi



Kemarin (20 okt) saya pergi ke Cimahi. Kebetulan saya baru mengerjakan proyek keciiiiiil kecilaaann dengan lokasi somewhere di cimahi sana. Baru kali itu saya datang melihat lokasi. Rasanya sudah lama betul saya tidak ke Cimahi, atau benar2 memperhatikan situasi di sana.

Dari arah Jalan Gunung Batu menuju pusat kota, di bawah jalan layang, di tengah teriknya mentari tengah hari, terlihat dengan jelas jalan yang basah dialiri air comberan. Air yang hitam dan bau itu keluar dari lubang air di bawah trotoar (yang tentunya sebenarnya berguna untuk memasukkan air dari jalan ke selokan. Ya kan?). Hal ini berlangsung terus menerus, demikian menurut teman saya, si Putu, yang juga penghuni Jl. Gunung batu dan saat itu menemani saya dengan motor. Bisa terbayang berapa banyaknya sampah yang menyumbat di bawahnya. Bisa dibayangkan pula seperti apa suasana ketika hujan deras mendera.

Semakin mendekat ke pusat kota, saya juga melihat satu lagi kondisi yang sejenis. Sepertinya nasib perselokanan di Cimahi telah lebih parah daripada Bandung. Setidaknya di Bandung saya belum pernah melihat yang seperti itu, hanya ketika hujan saja air comberan mulai melimpah ke jalan (mungkin sebenarnya ada, tapi yang pasti gak di daerah-daerah strategis).

Ketika bertemu dan kemudian ngobrol dengan penanggungjawab proyek di lokasi yang saya tuju, saya mendengar beberapa berita menarik mengenai Cimahi. Pemerintah kota rupanya sudah punya rencana besar2an terhadap tata ruang Cimahi yang semakin padat dan kacau. Terminal akan di pindahkan. Jalan di sekitar calon terminal baru akan diperlebar kiri-kanan masing2 4m. Balai kota sebagai pusat pemerintahan akan di pindahkan, karena lokasinya yang sekarang sudah tidak representatif, yaitu di pusat keramaian dan kemacetan. Dan tak lupa, akan di bangun pula Mall.

Terminal baru letaknya tidak begitu jauh dari lokasi yang sekarang yaitu (kalau tidak salah) di belakang pasar. Pemisahan terminal dari pasar ini tentunya dimaksudkan untuk menghindari kekacauan yang biasanya terjadi, walau entah kekacauan apalagi yang nanti akan muncul. Di dekat-dekat situ pula, saya melihat sebidang tanah luaaaasss yang sedang diolah, diratakan dan digersangkan dengan berbagai mesin besar. Dugaan si Putu benar. Lahan itulah tempat akan berdirinya Mall baru. Saya tidak tahu sudah ada berapa Mall di Cimahi. Tapi, sepertinya yang satu ini akan jadi suatu yang heboh dan bergengsi, entah bentuknya bagaimana nanti. Apa jadi seperti BSM di Bandung? Atau mungkin malah sejenis ITC kebon kalapa?

Seberapa penting dan urgentnya kah membangun pusat pertokoan sehingga itulah yang didahulukan disamping rencana2 lainnya? Atau sepertinya memang pemkot bermaksud mengumpulkan dana dulu dari para investor mall tersebut untuk biaya pembangunan selanjutnya.

Yang pasti, saya berharap, sebelum Cimahi jadi semakin megah, dan kalau bisa sebelum mall baru itu berdiri pun urusan comberan sudah bisa ditanggulangi.


Wednesday, October 20, 2004

Pencok Leunca



Bahan-bahan yang dibutuhkan:
  • Leunca secukupnya
  • Surawung (kemangi) secukupnya

Bumbu-bumbu:
  • Garem secukupnya
  • Bawang putih secukupnya
  • Gula merah secukupnya
  • Cengek secukupnya
  • Terasi secukupnya
  • Kencur secukupnya

Alat yang dibutuhkan:
  • Mutu dan coet
  • Sendok
  • Piring
  • Pisau

Cara membuat:
  • Cuci bersih leunca dan surawung
  • Kupas bawang putih, ulek bersama garem dan cengek
  • Tambahkan potongan gula merah, kencur dan terasi. Ulek sampai bercampur
  • Tambahkan leunca dan surawung
  • Tumbuk kasar sambil diaduk dengan bumbu ulekan
  • Hidangan siap disantap

Tips:
  • Bila kurang asin, tambahkan garam.
  • Bila kurang manis, tambahkan gula merah.
  • Bila keasinan, tambahkan gula merah dan leunca.
  • Bila kemanisan, tambahkan garam dan leunca.
  • Bila kebanyakan bawang putih, tambahkan bahan dan bumbu lain,
  • demikian juga bila kebanyakan terasi.

Pokoknya, atur aja sampai tercampur rasa yang pas sesuai selera anda.

Selamat mencoba!!!!!

Tuesday, October 19, 2004

World

Men see the world too well from the mountains
(dari film The Message)

Monday, October 18, 2004

G4 Studio

Posted by Hello

G4 studio, menerima pesanan gambar dan desain arsitektur dan interior rumah tinggal ataupun fungsi lain.

Friday, October 15, 2004

PDAM

12 Oktober, hari yang saya tunggu-tunggu. Saya dijanjikan akan menerima Rp. 450.000,-, uang yang akan saya kembalikan ke rekening tabungan saya di bank, tempatnya semula.. Namun, tak disangka saya kecewa, harus menunggu lama dan kembali lagi ke kantor pusat PDAM untuk menagih.

Kebetulan, rekening saya di bank Bukopin dipakai untuk membayar tagihan-tagihan keluarga saya. Bagi anda yang juga menggunakan fasilitas autodebet (dengan isi tabungan pas-pasan) untuk membayar tagihan rutin, tiba-tiba mengalami lonjakan tagihan pemakaian air bersih yang tidak manusiawi, mungkin pengalaman kita akan sama...
  • Mendapat tagihan ancaman penyegelan dan pemutusan dari beberapa tagihan yang belum terbayar
  • Panik, pergi ke bank mengadu karena merasa seharusnya semua sudah lunas
  • Menurut bank, saldo tidak mencukupi sehingga ada yang tidak terbayar
  • Setelah dirinci, baru tersadar bahwa tagihan PDAM terlalu besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Dan lebih lagi, hal ini sudah terjadi selama dua bulan!!!!
  • Menurut catatan di kwitansi, pemakaian memang melonjak sangat irrasional. Dari biasanya sekitar 4m3 per bulan menjadi 50m3 dan 100m3 berturut-turut
  • Melapor ke PDAM membawa kwitansi yang telah diberikan bank.
  • Di loket pengaduan, terdapat catatan pemakaian yang sesuai dengan kwitansi.
  • Panik lagi, takut ada apa-apa dengan meteran air.
  • Disuruh melapor ke bagian langganan, kekeuh bahwa itu angka yg tertera tidak logis
  • Disuruh ke bagian meter
  • Bagian meter menjanjikan akan datang petugas untuk mengambil meteran untuk di tes, tapi gak bisa memastikan kapan datangnya.
  • Setelah dipaksa, dia berjanji besok petugas akan datang.
  • Meteran diambil, petugas mengatakan angka yang tertera di meter memang tidak sesuai dengan yang di kwitansi. Seharusnya 136 jadi 274.. keterlaluan!!!
  • Meteran tetap harus dites dan hari berikutnya lagi kita harus datang untuk menyaksikan "Tera ulang" meteran di bagian perakitan peralatan.
  • Meteran baik-baik saja.
  • Melapor ke bagian meter
  • Melapor ke bag langganan
  • Oper2 Bapak anu dan Bapak anu, saya mendapat surat agar kembali tanggal 12 oktober (sekitar 2 minggu kemudian), untuk mengambil kelebihan uang

Begitu mengesalkan. Menuntut hak kita sendiri begini repotnya. Ongkos, waktu, energi.... Ketika tgl 12 oktober datang ke bag langganan, dioper ke Bapak Anu dan Bapak Anu yang lain, saya mendapat surat untuk mengambil uang ke bagian keuangan. Tapi, Pejabat yang berwenang "sedang rapat di hotel situ, dan mungkin lama" jadi uang tidak bisa turun saat itu. Dengan begitu kesal saya pulang, ingin rasanya mengobrak-abrik meja kerja mereka. Segitu tidak pentingnya uang saya. Tak ada yang bisa perduli, pokoknya yang bertugas tidak di tempat, saya tidak bisa mendapat uang saya saat itu.

Sorenya saya mengutus Kakak karena sudah tidak tahan menghadapai orang-orang di sana. Menurut laporannya, dia pun dipersulit, diperlama walaupun sudah bertemu, "Si Bapak yang Berwenang Mengeluarkan Uang" itu pake mengaku belum menerima berkas-berkasnya, dan setelah ada bukti penerimaan dia terpaksa dengan perlahan mencari-cari dulu berkas-berkas yang ternyata terpuruk di dasar laci yang berantakan.

Sekarang, apa PDAM mau mengganti ongkos bulak-balik, denda tagihan2 yang belum terbayar dan ongkos ke tempat pembayar tagihan2 tunggakan tersebut? Dalam dua minggu lumayan tuh beberapa ratus rupiah uang saya kalau dibungakan di bank.

Lalu, kesalahan pencatatan itu dari mana sumbernya? Apakah memang human error pada saat pencatatan di tempat (2 bulan berturut2 lo), data tertukar, salah ketik, atau yang terburuk (salahkah saya ber su'u zhan): memang SENGAJA memasukkan angka asal karena tahu kami pelanggan yang menggunakan auto debet....

Monday, September 27, 2004

Rumah Pisau Terbang


Spoiler Alert!!!!
Kalo mau nonton kisah cinta picisan khas film cina, gak usah filmnya Zhang Yimou!!

Film-film karya Zhang Yimou selama ini selalu memiliki keunikan dan ciri khas yang istimewa. Beberapa filmnya yang telah saya tonton: Not one Less, The Road Home, Shanghai Triad, Raise the Red Lantern, Happy Times, bahkan yang saya tonton tanpa teks: To Live dan Ju Dou, tercatat sebagai film-film yang berbekas di hati, menyentuh, membuat tertawa dan menangis. Gambaran kondisi sosial dan budaya masyarakat cina merupakan tema langganan ZYM. Ada kisah tentang para tokoh sederhana dan polos dalam menghadapi konflik kemasyarakatan dan perubahan sosial. Perkembangan karakter yang sangat manusiawi sebagai reaksi dari konflik-konflik yang terjadi memberikan daya tarik dari cerita-cerita karyanya.

Lalu muncullah film Hero. Terobosan luar biasa. Film kungfu pertamanya ini digarap dengan sungguh2 dan mencapai ketenaran dengan sukses. Keunikan plot cerita dan permainan warna merupakan keistimewaannya. Ditambah lagi para pemeran yang selain populer juga memiliki kualitas akting andalan. Maggie Cheung dan Tony Leung yang telah mendapat berbagai penghargaan sebelumnya, Jet Li dengan kung-funya yang telah banyak dikagumi, dan Zhang Zi Yi yang tenar sejak bermain di The Road Home dan Crouching Tiger. Selain Zi Yi, belum ada yang pernah bermain di film Zhang Yimou sebelumnya.

House of Flying Daggger, film kungfu yang berikutnya tentu telah dinantikan. Pemeran2 populer juga dipersiapkan: Takeshi Kaneshiro, Andy Lau, dan Zhang ZiYi lagi. Bagaimana mungkin saya tidak penasaran ketika mendangar film itu akan dirilis.

Warna, pemandangan, kostum, koreografi dan visual efek di film ini memang cantik. Tapi saya merasakan kehampaan yang tidak pernah ada di film karya ZYM yang lain. Inti ceritanya apa? Cinta segitiga? Cinlok? Hal yang sangat tidak penting. Permasalahan awal mengenai pencarian ketua sekte Flying Dagger sejalan alur cerita menjadi tidak sepenting konflik percintaan tokoh-tokohnya.

Cerita film ini hanya mencakup sepenggalan dari tipe kisah legenda kungfu yang biasanya banyak diangkat. Itupun, kalau mau yang lengkap, mending menonton Crouching Tiger Hidden Dragon. Perebutan senjata pusaka, jurus-jurus andalan, skandal cinta, petualangan, cewe nyamar jadi cowo, racun dan penangkalnya, dan sebagainya. Ciri khas kisah cinta picisan cina: sekarat di pelukan kekasih, sambil sempat mengucapkan kata2 perpisahan pun ada. Nah, di film HOFD, adegan Xiao Mei (Zi Yi) yang sekarat sampai berulang tiga kali. Saya sendiri tekejut ketika ternyata dia belum mati juga. Tau-tau, matanya masih bergerak, berbisik2, bahkan sempat dia berdiri, tumbang lagi, dst.

Film romantika picisan yang menyentuh dan mengharukan kadang saya suka juga. Beberapa sutradara punya sentuhan tersendiri. Sam Pek Eng Tay (The Lovers) karya Tsui Hark contohnya, bagi saya lebih menarik. Latar belakang dibalik kisah cinta pasangan tokohnya cukup kaya dan bermutu. Tambah lagi, permainan gambar dan musiknya yang membentuk suasana méhé- méhénya menjadi karya seni yang mengagumkan. Beberapa drama romantis dengan setting modern juga terkadang lebih cocok buat saya, seperti Commrade, Almost a Love story & Sausalito (apalagi karena di keduanya ada Maggie Cheung)

Untuk film House of Flying Dagger ini, saya terharu tidak, tersentuh pun tidak, apalagi berpikir.
Hanya sebatas mengagumi gambar dan warna2nya saja dan musiknya yang enak di telinga.
Satu hal lagi: Kaneshiro dan Andy Lau gak cocok berkostum pendekar. Lebih cocok jadi gangster.

Wednesday, August 18, 2004

Le Huitième Jour

Le Huitième Jour (The Eighth Day/ Hari kedelapan)
Dir : Jaco Van Dormael
Cast : Daniel Auteuil, Pascal Duquenne, Miou Miou
Prod : PAN Europèenne, 1996

Setiap manusia punya caranya sendiri untuk melihat dunia, tergantung pengalaman hidupnya, proses kejiwaannya, atau kondisi lingkungan di sekitarnya. Terkadang, manusia tidak tahu bagaimana memandang keindahan yang ada di dunia ini, dan bagaimana menikmati kebahagiaan yang sebenarnya dapat ditemui di sekeliling kita. 

Tersebutlah George (Pascal Duquenne), seorang penderita downs syndrome yang tinggal di sebuah panti. Ia punya cara sendiri untuk membuat dirinya bahagia, di balik hal-hal buruk yang dialaminya. Dalam kesepiannya, George berkesempatan untuk merenungi ciptaan Tuhan. Ia menyimak kehadiran hewan-hewan kecil seperti kepik dan semut dan menikmati eksistensinya di tengah alam sekitar. Walaupun terkadang 'hidup' dalam dunia imajinasinya, George bisa menikmati berbagai keindahan. Ia juga selalu bersikap jujur dan terus terang bahkan menyikapi kekurangannya secara positif.
Jauh berbeda dengan kehidupan George, Harry (Daniel Auteuil) adalah seorang pengusaha sukses yang sudah terjebak dalam sistem yang bekerja di masyarakat moderen. Sibuk mengejar ambisi dan materi, Harry lupa bahwa perhatiannya secara langsunglah yang lebih dibutuhkan keluarganya, sampai ia bercerai dengan istrinya dan mengecewakan anak-anaknya. Harry selalu mengajarkan anak buahnya supaya bersikap optimis dan tampil ceria demi kesuksesan, terutama ketika berhadapan dengan klien. Namun, justru dirinya sendiri merasa semakin hampa sehingga semua yang dikatakannya itu hanyalah menjadi kedok dari kondisi yang sebenarnya. 


Takdir mempertemukan kedua tokoh ini dalam suatu peristiwa yang menyebabkan Harry harus bertanggung-jawab mengantarkan George kepada keluarganya. Ternyata, keluarga George tidak mau menerima. Hal yang sama tejadi pada Harry yang ditolak keluarganya ketika berusaha memperbaiki hubungan. Jadilah mereka dua manusia kesepian yang mulai membentuk ikatan persahabatan dan saling ketergantungan. 


Hal menarik yang diangkat di sini adalah mengenai proses tumbuhnya persahabatan antara kedua tokoh yang sangat kontras ini. Kisah ini mengingatkan kita pada film Rain Man yang dibintangi Dustin Hoffmann dan Tom Cruise, tahun 1988. Selama mereka bersama, banyak kelakuan George yang menyusahkan Harry. Namun, lama kelamaan Harry merasa terhibur dengan kehadiran George sehingga merasa begitu berat ketika harus berpisah. George sendiri menyadari bahwa kehadirannya hanya akan memberatkan sahabat barunya itu, sehingga ia memilih untuk kembali ke panti. Bersama teman-temannya, George kemudian membantu Harry menyelesaikan permasalahannya. 


Siapa sangka, manusia yang dianggap 'terbelakang' bisa menginspirasi dan menyadarkan seorang manusia lain --yang disebut normal-- dalam menyikapi hidup. Kehidupan George sendiri sebenarnya tidaklah menjadi lebih baik. Ia telah terpisah dari keluarga, bahkan ditinggal pergi kekasihnya (sesama penderita down syndrome) yang dibawa oleh orang tuanya. Seperti yang diekspresikan George, orang yang paling sayang padanya hanyalah Ibu kandungnya. Cukup berat bagi George ketika menyadari Ibunya telah tiada. Tentu kitapun tahu, seorang Ibu akan tetap mencintai anaknya dengan segala kekurangan yang ada, sebagai wujud ciptaan Tuhan yang dihadirkan melalui dirinya.
Harry sendiri mengalami perubahan besar. Berkat George, ia menyadari bahwa manusia akan mampu menghargai kehidupan bila dapat memperhatikan dan menikmati segala ciptaan Tuhan, sampai yang sekecil-kecilnya. Ia juga tahu bagaimana caranya tertawa dan merasa bahagia tanpa kepalsuan. Bagi Harry, George adalah ciptaan Tuhan yang begitu berharga. Perubahan pada diri Harry ini memang tampak begitu mudah dan 'ajaib'. Namun, sebagaimana hadirnya George dalam sepenggal kehidupan Harry, kisah ini memang bertutur mengenai keajaiban dan juga cobaan dalam anugerah Tuhan. 


Film Le Huitième Jour ini tidak sekedar menyentuh, tapi juga begitu unik. Tidak akan mudah kita temui film dengan aktor-aktor downs syndrome yang dapat berakting dengan begitu baik. Mereka semua di sini tampil dan menjalankan peran yang dapat membuat kita tertawa dan terharu. Kenapa kita tertawa? Mungkin karena banyak tindakan mereka yang konyol, nekat dan kebiasaan-kebiasan yang bagi kita janggal. Kenapa terharu? Mungkin karena kasihan melihat kondisi mereka, atau justru terharu karena mempertanyakan kenapa mereka mesti diasingkan dan dipandang rendah di tengah masyarakat. 


Sutradara asal Belgia yang juga menulis skenario film ini, Jaco Van Dormael, memang sangat memahami golongan 'mongols'. Mereka merupakan manusia yang memiliki IQ lebih rendah dibanding standar manusia yang disebut normal karena berbagai penyebab. Van Dormael dapat melihat hal-hal positif yang ada pada mereka dan mengangkatnya sebagai potensi, seperti yang tergambar pada karakter George. Menurutnya, memang golongan ini memiliki cara yang lain dari manusia umumnya dalam memandang dunia. Mereka memang berbeda. Hanya saja, permasalahannya adalah bagaimana cara menyikapi perbedaan-perbedaan itu. Kita seharusnya mampu menerima dan menghargai keberadaan mereka yang dianggap 'berbeda' sebagai komponen masyarakat dan juga ciptaan Tuhan yang istimewa. 


Pemandangan dan permainan gambar yang ditampilkan di film ini begitu indah. Tampaknya kamera memang membawa kita untuk ikut menikmati keagungan ciptaan Tuhan. Selain itu, kita juga dibawa ke dalam dunia imajinasi George, yang terkadang muncul begitu saja. Begitu aneh, unik dan sekaligus juga indah. Mungkin sampai di akhir film kita tidak tahu, apakah harus merasa sedih atau terhibur. Yang pasti, film ini memiliki segalanya untuk menyentuh lubuk hati kita yang terdalam.

18 Feb 2003

Saturday, July 31, 2004

Lullaby untuk Van Gogh

Starry, starry night
Paint your palette blue and grey
Look out on a summer's day
With eyes that know the darkness in my soul

Ia tidak terpuruk dalam kegelapan. Ia hidup di dunia penuh warna yang tidak diketahui orang lain. Warna-warni yang seharusnya memberikan keceriaan dan kebahagiaan itu, baginya begitu sedih dan sepi....

Sejak suatu 'titik' di kehidupannya, Vincent menyadari takdirnya sebagai seorang pelukis, kemudian ia belajar dan berkelana dalam kesendirian sementara kekuatan warna membangkitkannya. Siapa perduli, siapa yang mendengarkan, bahwa Vincent Van Gogh sedang mengalunkan sebuah lullaby dengan keindahan warna-warna di atas kanvasnya.
Shadows on the hills
Sketch the trees and daffodils
Catch the breeze and the winter chills
In colours on the snowy linen land

Van Gogh mengajak kita menghargai alam yang asli sebagai sebuah melodi ciptaan Tuhan. Melihat keindahan alam yang terbentang di hadapannya, Vincent begitu terobsesi untuk "menangkap" semua dalam dirinya. Ia terus bekerja seperti lokomotif, melukis dan melukis, sambil berjuang melawan kegilaan yang semakin merasuk, ia menghasilkan ratusan karya.
Now I understand
What you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen, they did not know how
Perhaps they'll listen now

Starry, starry night
Flaming flowers that brightly blaze
Swirling clouds and violet haze
Reflect in Vincent's eyes of china blue

Siapa yang tidak suka memandang langit berbintang, jutaan kilauan yang terserak di langit gelap memberikan ketenangan dan kedamaian dalam renungan, Tapi, langit berbintang bagi Van Gogh begitu bergejolak. Awan yang bergulung, bulan dan bintang berpijar, langit yang berkilau dan begitu dinamis. Starry Night adalah lukisan yang dibuatnya ketika menjadi pasien di mental asylum St. Remy. Dari jendela kamarnya, Vincent menatap langit malam dan juga keindahan alam di luar 'penjara'nya itu.
Colours changing hue
Morning fields of amber grain
Weathered faces lined in pain
Are soothed beneath the artists' loving hand

Lukisan-lukisan ladang gandum adalah ekspresi rasa sepi dan sedih, namun juga tersimpan semangat dan pemulihan yang ia rasakan di tengah ketenangan dan keindahan alam. Vincent menyimak dan menangkap esensi dari pemandangan yang ia lihat, kemudian ditransformasikan menjadi melodi ekspresinya. Harapan akan kebebasan, rasa tertekan dan sakit, kesepian, kematian ia alunkan dalam goresan-goresan kuasnya..
Now I understand
What you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen, they did not know how
Perhaps they'll listen now

For they could not love you
But still your love was true
And when no hope was left inside
On that starry, starry night
You took your life as lovers often do
But I could have told you Vincent
This world was never meant for one as beautiful as you

Vincent Van Gogh, sang jenius dalam warna, jenius dalam sepi, pengembara dan penyendiri yang terkekang dan mengimpikan kebebasan, meninggal pada tanggal 29 Juli 1890, di usia 37 tahun, dua hari setelah menembak dirinya sendiri. Rasa frustrasi dan sepi yang berkepanjangan semakin menekan jiwanya. Ia ditertawakan dan ditakuti orang karena kegilaannya, Kondisi mental Vincent dinilai semakin memburuk sejak tahun 1889, setelah ia memotong sebelah daun telinganya, sering berhalusinasi, bahkan mengancam rekan pelukisnya dengan benda tajam.

Van Gogh telah menjadi semacam simbol ketersia-siaan, ketika dengan variabel waktu, suatu karya atau seorang manusia menjadi berharga justru ketika ia telah tiada untuk menikmati penghargaan itu. Semasa hidupnya, ia hanya menjual beberapa lukisan dengan harga yang sangat murah. Sekarang, Van Gogh bisa dikatakan seniman terpopuler sepanjang masa, di seluruh dunia. Lukisan-lukisannya terjual dengan harga yang semakin tak terbayangkan, pamerannya menarik jumlah pengunjung tertinggi, karyanya digemari berbagai usia, reproduksi karya-karyanya pada produk-produk lain konon banyak digunakan orang, bahkan film mengenai dirinya dan yang memitoskan kisahnya telah cukup banyak dibuat.
Starry, starry night
Portraits hung in empty walls
Frameless heads of nameless wall
With eyes that watch the world and can’t forget

Like the strangers that you've met
The ragged men in ragged clothes
The silver thorn of bloody rose
Lie crushed and broken on the virgin snow

Lukisan karya Vincent Van Gogh bisa menjadi teman bagi jiwa-jiwa yang kesepian, yang selalu mencari dan bertanya atau terjebak dalam gelap. Di tangan Van Gogh, ladang gandum, dedaunan, langit, pepohonan dan wajah manusia tampak ‘menyala’, menyentuh dan menggerakkan jiwa-jiwa yang memandangnya. Van Gogh tidak melukis manusia-manusia halus, tampan dan cantik. Di tangannya, wajah-wajah manusia sederhana tampil dengan kekuatan karakter dan pengalaman hidup. Bahkan lukisan potret wajahnya bagaikan menatap dengan tajam dunia yang telah mengecawakannya, tanpa secercah kebahagiaan terpancar.
Now I think I know
What you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen
They're not listening still
Perhaps they never will


Dengan kematiannya, Vincent bermaksud menggapai sebuah bintang dalam lukisannya, dan Vincent Van Gogh tetap hidup dalam namanya, dalam keindahan lukisan-lukisannya.


Lagu: "Vincent" (by: Don McLean, 1971)




"Looking at the stars always make me dream..
Why, I ask myself,
shouldn’t the shining dots of the sky be as accessible
as the black dots on the map of France?
Just as we take train to get to Tarascon or Rouen,
we take death to reach a star."

(Vincent Van Gogh)

Yume no Karasu: Mengenal Vincent


Lukisan Van Gogh dapat bermakna luas, menampilkan beragam keindahan yang menakjubkan dan juga misteri. Kehidupannya dalam masa yang relatif singkat begitu kompleks dan tragis. Para pengagum lukisannya akan bertanya-tanya dan ingin mengenal sang seniman lebih jauh. Lagu Vincent yang dinyanyikan don McLean mengalun dengan lembut, membawa memori, menggali pelosok jiwa yang tertekan dan gelisah, mereka yang merasa perlu berteman dan berbicara dengan Van Gogh. Lagu ini termasuk lagu kenangan bagi generasi muda 70-an dan juga telah dinyanyikan ulang oleh beberapa penyanyi lain.

Seperti juga syair lagu tersebut, sesi mimpi berjudul
"Crow" dalam film Akira Kurosawa's Dreams, menampilkan sosok Van Gogh sebagai seniman dan sebagai pribadi, mengungkapkan kekaguman akan keindahan karyanya, sambil seolah menawarkan persahabatan dengannya. Penggambaran oleh Akira Kurosawa di sini membantu kita untuk ikut merasakan dan melihat keindahan warna-warni dunia Van Gogh, dan juga merasakan kesendiriannya, bahkan pandangan orang terhadap Van Gogh semasa hidupnya juga tersimbolkan dalam film ini.

Saat menikmati beberapa lukisan paling terkenal karya Van Gogh, seorang pelukis muda mendapat kesempatan untuk mendengarkan sang seniman. Ia bermimpi "masuk" ke dunia Van Gogh dalam lukisannya dan menemukan Vincent sendirian di tengah ladang gandum yang luas, sedang melukis, dengan telinga yang dibalut.

Van Gogh berbicara pada si pelukis muda, tentang kekagumannya akan keindahan pemandangan, dan obsesinya menangkap dan menuangkannya ke dalam lukisan. Ia begitu terburu-buru seolah tahu, umurnya begitu singkat untuk menghasilkan karya-karya yang diinginkannya. 

Vincent meninggalkan sang pelukis muda terpana di tengah ladang. Ketika bemaksud menyusul, sang pelukis muda justru tersesat kebingungan. Seketika Ia berada di antara pepohonan, jalan, dan perkampungan dalam bentuk goresan-goresan cat dari tangan Van Gogh. Bahkan, matahari Van Gogh terasa bersinar terik. Ia seolah berjalan di atas kanvas, atau kanvas-kanvas itu membesar dan membentuk ruang sampai kemudian ia berhasil kembali ke ladang gandum yang "nyata" dalam mimpinya itu.

Sosok Van Gogh tampak berjalan tergesa, lalu menghilang di balik bukit. Seiring suara lokomotif, burung-burung gagak berterbangan. Pemandangan yang sama dengan yang dilukis Van Gogh pada lukisan "Wheat Fields with Crows", lukisan yang diperdebatkan sebagian orang sebagai "pesan bunuh diri" sang seniman.

September 2003.



Tuesday, July 20, 2004

Pohon



Penjual minyak tanah itu memberhentikan gerobaknya di depan pagar rumah saya. Tentu saja bukan untuk menjual minyak tanah karena rumah saya sudah lama memakai kompor gas.
Sempat saya berpikir, kenapa? Kenapa sering ada penjual keliling yang berhenti sejenak, bahkan kadang ada sepeda motor atau vespa yang parkir atau memeriksa kemungkinan rusak di depan rumah saya. Baru kemudian saya sadari betapa tololnya pemikiran itu, karena tentu saja alasan mereka berhenti di sana adalah karena... naungan pohon mangga di halaman yang meneduhi sebagian jalan depan rumah.

Bertahun-tahun lalu, hampir sepanjang kecil yang hanya dapat dilewati satu jalur mobil tempat rumah saya berdiri tampak bayang-bayang pohon yang meneduhi jalan dari halaman-halaman rumah. Lalu, pada suatu periode entah kenapa seolah sedang musimnya, para pemilik rumah menebangi pohon di halamannya. Alasannya: Hama? Akarnya merusak fondasi? Sampah daun yang terlalu banyak? Atau rumah yang menjadi gelap. Sekitar masa itu juga pohon mangga yang telah memberikan buah mangga terlezat seumur hidup saya terpaksa di tebang, karena pohon itu mati, akibat kesalahan penanganan. Untunglah, kami memiliki "anak"nya, hasil tanam biji buah mangga dari pohon tersebut yang sampai kini meneduhi halaman rumah saya walau tidak memberikan buah sebanyak dan selezat induknya.

Beberapa tetangga saya yang dulu menebang pohonnya juga memiliki pohon baru, tapi letaknya kini tidak lagi menaungi jalan, dan mereka dengan rajin memangkas pohonnya agar tidak terlalu luas percabangannya. Tapi, semakin banyak tetangga yang menebang pohonnya, memajukan tembok rumahnya, atau menyemen/ mempaving habis halaman untuk parkir kendaraan. Bagi mereka, mungkin lebih indah melihat tanaman-tanaman kecil di dalam pot dengan bunga warna-warni dan halaman yang bersih ketimbang pohon raksasa yang setiap hari daunnya harus disapu dari jalan dan membuat rumah gelap. Salah mereka sendiri tidak membuat sistem rumah yang mampu memasukkan sinar matahari sebanyak kebutuhan, dan mungkin mereka juga tidak tahu betapa sangat kecilnya persentase air yang terserap oleh tanah di bawah paving block. Bisa dianggap tidak berarti.

Jalan depan rumah saya selalu besih. Tetangga sebelah-yang kebetulan rumah ketua RT tidak pernah rela membiarkan jalan kebanggaan terkotori oleh daun-daun kering dan menyapunya ke dalam halaman saya. Saya tidak memintanya, sebelum sempat menyapunya tahu-tahu sudah bersih. Sesuka merekalah, tapi tentu saja saya berterima kasih. Namun mungkin mereka jadi senewen melihat daun-daun itu lama berserakan di halaman, karena bagi saya itu lebih indah daripada halaman semen yang bersih.

Dalam rute menuju jalan raya dari daerah rumah saya, ada suatu perempatan, dan di sudut jalan ada dua rumah yang berseberangan. Kavling sudut. Area yang sangat strategis. Luas dan.. komersil. Kedua rumah itu tentu saja memanfaatkannya. Kos-kosan, toko, warung nasi, bahkan yang satu membuat kios-kios sewa sehingga sektor komersil yang terdapat di sana lebih bervariasi, termasuk wartel dan toko komputer. Walaupun bangunan depannya tidak permanen, tetap saja letaknya begitu maju sampai ke sempadan nol meter dari jalan dengan lantai full semen/ paving. Sepanjang jalan yang sangat strategis menuju jalan raya itu pun semakin banyak rumah yang memiliki fungsi seperti kedua rumah yang saya sebutkan tadi. Bukan itu saja, bahkan pohon-pohon yang ada di pinggir jalan (yang tentu saja bukan milik mereka) di tebang. Sepertinya karena daunnya mengotori atap bangunan komersil tersebut, dan tentu saja aktivitas menyapu atap tidak ada dalam jadwal bisnis mereka. Satu batang pohon mati di sudut jalan yang dibiarkan tetap tinggi, kini dipakai sebagai tiang untuk menempel / memaku pengumuman. Sangat "bermanfaat".

Apa benar rimbun dedaunan hijau pada pohon-pohon besar tidak memiliki keindahan, dan berarti tidak memiliki nilai apapun? Sepetak tanah untuk wartel/ untuk parkir kendaraan lebih bernilai daripada sepetak tanah resapan air dan sebatang pohon peneduh penyuplai oksigen. Apa artinya dan ke mana peraturan-peraturan tata kota mengenai Koefisien dasar Bangunan? Koefisien Daerah Hijau, garis sempadan dan sebagainya?

SMAN 3 Bandung, almamater tercinta, bangunan tua dengan rimbun pepohonan tua kini sudah berubah wajah. Agar tampak lebih "indah" atau "mewah" (?) Halaman depannya yang dulu seperti hutan, kini seperti taman gantung babilonia dengan berbagai tanaman hias, pohon palem berjajar, dan Jangan lupa! air mancur nan megah nian dengan bentuk tidak keruan. Pohon-pohon besar yang ditebangi kini tinggal tunggulnya yang menjadi "monumen" di tengah taman seperti sculpture artistik yang sengaja ditempatkan di sana. Jadi, tunggul pohon lebih indah daripada pohon hidup yang berdiri kokoh. Memang di sekeliling taman ditanami pohon peneduh yang masih kecil. Tapi area tengah taman itu tidak akan menjadi teduh di bawah naungan pohon palem sebesar apapun. Taman kecil di samping, di sisi jalan kalimantan yang tadinya berisi pohon-pohon kecil yang cukup teduh, telah berubah. Ternyata bukan berganti bangunan seperti yang tadinya saya khawatirkan sat penebangan. Tetap taman kecil, tapi menjadi taman cemara, pohon dengan bentuk yang memang indah, hijau, tapi sangat tidak cukup untuk meneduhi lingkungannya. Seperti di jalan pahlawan menuju cikutra, dengan jalur hijau yang indah, cobalah turun dari angkutan kota siang bolong di lokasi tersebut. Betapa sengsara!

Tidak perlu lagi dibahas pembangunan jalan layang ajaib Pasupati yang menyulap jalan Pasteur-Cikapayang-Surapati menjadi seperti planet asing.

Kini setiap melihat sebatang pohon, atau menikmati jalan yang teduh di Bandung yang dulu punya niat jadi Berhiber ini, saya berpikir.. sampai kapan pohon-pohon ini ada di sini?

Monday, July 19, 2004

Loving the Mountains


Oleh: Li Bai
#1
You ask me why I dwell in the green mountain;
I smile and make no reply for my heart is free of care.
As the peach-blossom flows down stream
and is gone into the unknown,
I have a world apart that is not among men.

#2
All the birds have flown up and gone;
A lonely cloud floats leisurely by.
We never tire of looking at each other -
Only the mountain and I.


Oleh: Han-shan
I climb the path to Cold Mountain,
the path that never ends.
The valleys are long and strewn with stones.
The moss is slippery though no rain has fallen.
The pines sigh but there is no wind.
Who can break from the dusty snares of the world
and sit with me among the white clouds?

Monday, June 28, 2004

Sebuah Nostalgia

The Road Home (1999)
Original title: Wo de Fuqin he Muqin (My Father and Mother)
Directed by: Zhang Yimou
Cast: Zhang Ziyi, Sun Honglei, Zheng Hao dkk.
Written by: Bao Shi.
Cinematographer: Hou Yong.


Suatu hari di tengah badai salju, seorang manusia yang begitu berarti telah pergi. Ia adalah orang yang sangat layak mendapatkan penghormatan terakhir setinggi-tingginya pada upacara pemakamannya. Di tengah badai salju pula dulu, lebih dari 40 tahun sebelum itu di jalan menuju desanya, seorang gadis menanti dan mencarinya dengan menantang cuaca dingin yang menusuk.

Desa San He Tun yang terpencil terletak di suatu tempat di dataran tinggi negeri Cina. Pria itu datang kesana sebagai guru pertama dan satu-satunya selama puluhan tahun. Saat itu tahun 1950-an, di hari yang cerah dengan warna-warni dedaunan dan pemandangan alam yang begitu indah. Sekolah pertama di desa itu baru dibangun setelah kedatangannya dan dikerjakan secara gotong royong oleh penduduk. Ternyata, kehadiran sang guru bukan hanya memberi arti bagi pendidikan di desa itu, tapi juga bagi Zhao Di, gadis 18 tahun yang tinggal di ujung desa bersama ibunya yang buta.

Zhao Di yang cantik dan polos, pertama kali jatuh cinta tanpa perlu mendefinisikan atau memahami sebab-akibatnya. Sejak pertama kali melihat sang guru, segala tindak tanduk Di Er, begitu dia dipanggil, mencerminkan dorongan perasaannya. Ia memanfaatkan segala kesempatan, dengan keterbatasan dan kelebihannya sebagai wanita, untuk pengungkapan perasaannya.

Sayang, pada suatu saat sang guru mendadak harus pergi. Di Er menanti kedatangannya kembali, sampai musim berganti. Pada batas hari yang dijanjikan ia menunggu di tengah cuaca bersalju, di jalan menuju desa yang pasti akan dilewati sang guru. Ketika sang guru tak kunjung tiba, ia bermaksud menyusul walau menempuh badai salju sampai “tumbang” di awal perjalanan.

Tidak ada konflik-konflik percintaan yang mengganggu mereka, seperti adanya orang ketiga, tidak disetujui keluarga, dan hal lain yang umumnya ada pada kisah-kisah cinta. Ibu Di Er yang awalnya tampak tidak setuju, cepat memahami anaknya, dan toh sang Guru kembali untuk Di Er. Sampai puluhan tahun cinta mereka tetap kuat seiring pengabdian sang guru demi pendidikan di desa San He Tun. Hal yang memprihatinkan justru kondisi desa, yang setelah 40 tahun lebih, tidak banyak mengalami kemajuan. Kehidupan tetap sederhana, bahkan kini ditinggalkan oleh para pemuda desa untuk bekerja di kota, dan sekolah tetap hanya ada satu dengan kondisi bangunan yang sudah bobrok pula.

Terutama bagi yang sudah lupa bagaimana rasanya jatuh cinta, menonton film The Road Home mungkin tidak sekedar mengingatkan, tapi juga dapat membuat kita merasakannya. Perasaan jatuh cinta diekspresikan pada film ini dengan hal-hal sederhana yang menjadi begitu berarti bagi yang mengalaminya. Mungkin kesederhanaan yang ditampilkan di sini sudah jauh dari berbagai kenyataan kehidupan yang kita alami dan ketahui. Tapi, bukankah hal ini merupakan salah satu fungsinya sebagai sebuah film, yaitu menampilkan keindahan dari suatu eksplorasi kemurnian perasaan manusia?.

Kepiawaian sang sutradara tidak diragukan lagi. Cara penuturan, permainan warna, musik, dan terutama setting menjadi kombinasi yang lengkap untuk sebuah film drama-romantis. Keindahan alam merupakan kemurnian yang paling menggugah untuk membangkitkan romantisme dalam nostalgia. Di samping itu, warna-warni pada pemandangan yang ditampilkan di film ini merupakan nuansa dari ekspresi hati.

Zhang Ziyi, sang pemeran utama, dalam film pertamanya ini tampil begitu cemerlang. Hanya dengan ekspresi dan bahasa tubuhnya, ia dapat menyampaikan jalan pemikiran dan emosi yang dirasakan tokoh Di Er. Ia juga menampilkan karakter Di Er sebagai gadis polos namun berkemauan keras. Akting Zhang Ziyi di sini mengantarkannya pada ketenaran dan seperti juga filmnya, ia mendapatkan beberapa penghargaan.

Tidak sekedar kisah cinta, film ini mengandung tipikal cerita yang banyak diangkat oleh sutradara Zhang Yimou yaitu menampilkan realisme sosial dan budaya di Cina dengan berbagai karakter manusia di dalamnya, seperti yang terlihat pada film-filmnya yang lain, diantaranya: Not One Less, Shanghai Triad, dan Raise the Red Lantern. Selain itu, kisah dalam film ini juga terkait dengan kondisi di Cina pada tahun 1950-an yang mengalami revolusi politik dan kebudayaan menuju sebuah negara komunis.

Film The Road Home bercerita tentang kesetiaan, baik kesetiaan sang guru yang mengabdi untuk pendidikan desa, juga kesetiaan Zhao Di sebagai istrinya. Hal yang terdengar sederhana namun sebenarnya begitu sulit dan kompleks sehingga tidak banyak orang bisa memilikinya.

(Jan 2003)

Thursday, June 17, 2004

ultah......................

Bunga kering
perlambang
rapuhnya
keabadian.
(dari: Maui) Posted by Hello

oleh-oleh
bambumuda
Selamat ulang tahun buat Cselvalva. Ini halaman percobaan.