Saturday, January 31, 2009

Paganteng-ganteng a la Hollywood


Mengingat kembali, di film Interview with The Vampire, Louis (Brad Pitt) secara tidak langsung "diperebutkan" oleh Lestat (Tom Cruise) dan Armand (Antonio Banderas). Rada geleuh juga, kaya homo. Tapi alasannya, mereka sebagai vampir membutuhkan teman untuk bertahan hidup abadi di dunia yang terus berubah, dan mereka merasa membutuhkan Louis. Begitu kira-kira.

Saya mencapture gambar ini setelah menonton ulang filmnya dari koleksi DVD b**j*k*n di rumah. Cuma ingin mengenang kembali dua hal penting bahwa:
Tom Cruise adalah Vampire paling ganteng di dunia.
Seganteng-gantengnya Tom Cruise, paling ganteng adalah waktu dia jadi vampire


Interview With The Vampire adalah salah satu film yang tak telupakan dan sangat saya suka. Film yang unik, dan bisa membuat saya menontonnya beberapa kali tanpa bosan. Tapi mau dibilang termasuk kriteria "weirdly romantic, humanly touching and mind twisting story"??? bingung juga. Romantis? nggak banget. Secara complicated relationship antara Louis & Lestat? yeuuuhhhh...Humanly touching? jelas-jelas bukan tentang manusia. Semua kejadian dan karakter rasanya surealis, aneh. Melayang tidak membumi dan jelas tidak masuk di logika saya. Apa yah istilahnya? "vampirely touching" mungkin...Menyentuh, tapi tidak secara humaniora. Mind twisting sih iya. Membuat setress, pusing bingung dan geregetan.

Bram Stoker's Dracula (by Francis Ford Coppola), Mary Shelley's Frankenstein (by Kenneth Branagh),
dan Interview with the Vampire (by Neil Jordan), adalah tiga judul legendaris dari genre horor barat yang dijadikan film dan sangat saya suka. Yang paling bisa dibilang horor sebetulnya adalah Bram Stoker's Dracula, tapi yang ini paling romantis. Yang paling manusiawi adalah Mary Shelley's Frankenstein. Sangat menyentuh, tragis menyakitkan eweuh serem-seremna acan. Kalau Interiew...ya itu lah, membingungkan dan menjadi sangat unik apalagi karena ditulis di era yang jauh berbeda dari yang dua lagi.

Adapun buku-bukunya Anne Rice The Vampire Chronicles, kapan-kapan akan saya baca deh, kalau nemu ajah.



Thursday, January 22, 2009

Mimpi lagi lagi


Tadi malam saya mimpi buaya. Ceritanya di suatu tempat ada mitos bahwa dulu ada buaya yang sangat besar menghuni daerah tersebut. Bukan tempat yang jauh, rasanya dekat-dekat tempat tinggal saya. Di lokasi tersebut ada coakan tanah berbentuk buaya besar. Di dalamnya ada beberapa buaya berukuran normal. Konon, buaya yang jaman dulu sebesar coakan tanah tersebut. Coakan itu dibuat untuk mengenang buaya besar nenek moyang buaya-buaya kecil yang sekarang berada di dalamnya.

Mimpin tersebut jadi semakin aneh. Karena lalu saya berkonsultasi dengan Tuk Bayan Tula. Bagaimana sosok ini
ujug-ujug muncul, kurang mengerti juga. Rasanya belakangan ini saya tidak sedang memikirkan Laskar pelangi atau Maryamah Karpov cs. Menurut Tuk, memang masuk akal kalau jaman dulu ada buaya sebesar itu di tempat ini. Lalu dia menunjukkan buku referensinya. Entah buku apa. Halah, sejak kapan tokoh ini jadi ilmiah begitu yah?
Bangun pagi dalam keadaan mengingat mimpi-mimpi aneh sangat melelahkan.

Satu atau dua malam sebelumnya, sekitar Selasa malam, saya mimpi hendak berangkat perjalanan pertama AM JAMADAGNI. Acara ini sebenarnya berlangsung malam minggu sebelumnya yang tidak saya ikuti. Dalam mimpi, ceritanya saya hendak berangkat bersama AM
yang juga tidak ikut dan harus melakukan perjalanan susulan. Seperti biasa saya mulai pusing dengan persiapan barang-barang yang harus dibawa. Bertahun-tahun dihantui kekhawatiran ketidak lengkapan peralatan yang akan membahayakan, dan ketakutan terlambat siap dan akan ditinggalkan.
Saya bangun di pagi hari dengan rasa lelah.

Beberapa malam sebelumnya, LAGI LAGI untuk KESEKIAN PULUH KALINYA saya mimpi kembali ke sekolah, dan akan mengahadapi ulangan matematika. Sejak saya merumuskan mimpi-mimpi yang sering terulang dalam tidurku itu, masih berkali-kali lagi saya bermimpi kembali ke sekolah. Dan semakin spesifik, yaitu dalam kekhawatiran akan menghadapi pelajaran atau ulangan matematika.

Mungkin mimpi memang ada artinya. Mungkin menurut mimpi mimpi yang berulang itu, sudah saatnya saya kembali bersekolah. Padahal saya tidak begitu berminat untuk sekolah lagi, selain kalau bisa, sekolah gratis di luar negeri untuk nambah pengalaman jalan jalan dan koleksi foto-foto gaya.
Saya tidak punya niatan mulia untuk sekolah lagi, menambah ilmu, memajukan dan menaikkan martabat bangsa, dan membagi ilmu yang saya dapat nantinya. Belum ada niat itu. Masih males.

Tapi yang paling melelahkan adalah kalau pekerjaan terbawa bawa mimpi. Sudah begitu suntuk, panik dan nyaris stressnya dari pagi sampai malam menghadapi pekerjaan yang menyebalkan, saat tidur pun aku mimpi dalam suasana sedang bekerja.
Bangun pagi....Uhh masih harus melanjutkannya.

Jadi kalau tadi malam saya mimpi buaya, berarti saya sedang tidak terlalu suntuk dengan pekerjaan. Syukurlah.





Wednesday, January 14, 2009

Twilight: Ga ada cowo lebih ganteng apa?



Asalnya samaa sekali tidak ada niat, bahkan tidak perduli ada film ini. Cuma gara-gara ada temannya Kanti yang membahas film tersebut sehingga tergambar betapa konyolnya, kami jadi penasaran juga. Setelah berminggu-minggu suntuk dengan pekerjaan dan berbagai masalah, rasanya ingin menonton film yang enteng yang sepertinya bisa jadi bahan tertawaan, bukan karena film tersebut film komedi. Bahkan sebetulnya film ini terlalu tidak pantas buat saya bahas, tapi gemes juga pengen mencaci hehe...

Twilight memang film remaja banget. Cuma tentang cinta monyet anak SMA. Tapi berhubung jatuh cintanya pada
vampire, jadilah acara keceng mengeceng berkembang menjadi kisah "cinta terlarang" yang sepertinya bakal tragis. Sayangnya, si cowo yang konon super ganteng, sok cool, sok misterius dan sok heroik itu sama sekali tidak pantas dianggap "keren. Dan jadilah film ini bahan tertawaan kami.

Sepulangnya dari bioskop, Kanti langsung konfirmasi ke novelnya, pinjam dari sepupu lalu mendonlod berbagai edisi bajakan sequelnya sampai lengkap. Memang dia itu tahan, jangankan seri Twilight, komik Hana Yori Dango (Meteor garden) saja lengkap dibacanya sampai sinetron versi Taiwan, Jepang, edisi bioskopnya juga lengkap dia tonton. Walau alasannya cuma ingin mempelajari agar dapat mengkritiknya, curiganya terhanyut juga dia hehe...

Kembali ke si Twilight ini, setelah saya baca sebagian bukunya (belum selesai sih) menurut saya bukunya tidak "jauh lebih bagus" daripada filmnya seperti yang biasanya terjadi pada buku yang diadaptasikan ke film. Maksudnya, novel ini isinya memang tidak begitu penting. Tapi sebetulnya walupun isi ceritanya enteng, ada kesempatan memvisualisasikannya menjadi keren di film. Kalau saja si Edward Cullen bisa dibuat tidak terlalu tampak seperti banci, dan berbagai suasana yang seharusnya muncul bisa terbangun dengan baik. Adegan yang seharusnya romantis koq malah tampak
stupid, semua gombalan terdengar basi, tidak ada greget sama sekali. Suasana misteriusnya juga tidak terlalu mencekam. Ketika Edward menunjukkan "kekuatan aslinya" pada Bella pun sama sekali tidak tampak hebat,mengagumkan ataupun mendebarkan.

Kalau masalah ganteng mungkin subjektif. Tapi kegantengan itu bukan fisik semata.
Tom Cruise jelas vampire paling ganteng sedunia. Tapi Gary Oldman yang bukan tipe "CUAKHEEEEEPPPP" justru bisa tampil begitu memesona
sebagai Count Dracula, gombalnya pun gak sembarangan. Sayang sekali di film Twilight Robert Pattinson yang cocoknya jadi anggota boyband, dengan idung dan mulut tidak proporsional dengan mukanya, tidak bisa menampilkan kharisma kegantengan yang "rada pantes".




Vladislav Dracul & Wilhelmina





Wednesday, January 07, 2009