Tuesday, June 27, 2017

La Belle and the Beast

Saya bukan penggemar cerita Beauty and The Beast secara umum, dan juga bukan penggemar versi  animasi musikal Disney yang ngehits tahun 1991, selain mengangapnya produk hiburan yang asik, terutama dengan lagu-lagunya.

Saya jadi ingin membahas topik ini di sini karena sejak adanya bisik-bisik akan ada versi live action oleh Disney, ada versi Perancis La Belle et la Bête yang rilis tahun 2014 diperankan Vincent Cassel dan Lea Seydoux, karya sutradara Christophe Gans. Pastinya, versi ini tenggelam di balik antisipasi hingar Emma Watson cs. Setelah menonton keduanya, saya jadi ingin sedikit membandingkan, karena versi Perancis sungguh berkesan bagi saya, dengan kelebihan dan kekurangannya sebagai sebuah karya film.

Inti cerita keduanya sama: ayah Belle tersesat sampai istana Beast, dapat hidangan makan, mengambil mawar permintaan Belle tanpa ijin, dipermasalahkan oleh Beast sebagai pencuri tak tahu terimakasih, ditahan, digantikan Belle sebagai tawanan, dan lama-lama Belle jatuh cinta pada Beast yang mengakhiri kutukan sehingga Beast berubah menjadi pangeran tampan berkat ada wanita yang mencintainya. Pesan moralnya (katanya) : melihat kebaikan dan "inner beauty" dibalik tampang yang jelek dan menyeramkan" maka akan dapat bonus bahwa ternyata yang jelek itu aslinya ganteng.


La Belle et la Bête 2014 dari segi cerita latar belakang keluarga Belle lebih setia pada versi  literatur aslinya, yaitu ayahnya Belle yang merupakan pengusaha kaya yang sedang bangkrut sehingga harus pindah tinggal di pinggiran desa, juga keberadaan saudara-saudari Belle. Dari segi fisik film, versi ini memiliki kekuatan pada visualisasi artistik latar dan kostumnya yang membuat suasana menjadi teatrikal, sedikit surealis, mengawang di alam dongeng, namun juga memiliki latar sosial yang membuat kita membaca setting waktunya.



Add caption


Ada beberapa kekurangan pada plot cerita yang membuatnya kadang terasa lambat, meloncat, dengan karakter-karakter yang masih kurang tergali sehingga terasa tanggung. Alur cerita juga agak kurang terarah antara berniat menjadi film serius sementara juga ada beberapa karakter komikal seperti karakter dua kakak perempuannya yang manja dan pemalas sedikit berlebihan sementara saudara-saudara laki-lakinya karakternya lebih bisa diterima. Keberadaan karakter makhluk-makhluk kartun yang menemani Belle di istana juga seolah ditujukan untuk penonton  anak-anak. Berbeda dengan versi Disney yang memang dibuat dengan suasana drama komedi.

Walaupun secara artistik sangat indah, banyak juga tampilan CGI  yang terlalu berlebihan sehingga terlihat terlalu artifisial, terutama untuk animasi hewan dan makhluk-makhluk mistisnya. sementara tokoh Beast tampak hanya menggunakan make-up, tanpa banyak keleluasaan ekspresi. Untuk karakter Beast ini, versi Disney 2017 ternyata tidak lebih baik juga, dengan kombinasi CGI malah mebuatnya lebih aneh dengan gerakan-gerakan yang kaku dan ekspresi yang tampak dipaksakan. Suatu kemunduran dibanding Beast animasi 1991 yang lebih ekspresif dan lebih potensial sebgaai makhluk loveable, ironis di masa kecanggihan teknologi ternyata justru karakter sentralnya yang di kedua film ini gagal tampil dengan gereget.


Lea Seydoux sebagai Belle tampil sangat jelita, dan pantas dengan dandanan maupun karakterisasinya yang memang berbeda dengan Belle versi Disney. Keberadaan Belle Lea Seydoux seolah merupakan salah satu unsur artistik dalam fim ini, bahkan bisa dibilang bagian-bagian membosankan bagi saya di film ini adalah bagian yang tidak ada Belle.
Dari beberapa kekurangan pada keseluruhan film, secara parsial pada bagian-bagian tertentu, versi Gans cukup memiliki kekuatan yang bagi saya addictive.
Peristiwa ketika sang pangeran mendapat kutukan yang merupakan twist utama cerita yang cukup menarik karena menampilkan versi yang ebrbeda dari yang umum kita ketahui. Secara adegan pun diinterpretasikan dengan baik. Demikian juga adegan akhir sampai credit title yang menunjukkan kebahagiaan yang lebih murni antara Belle dan pangeran dibandingkan happily ever after antara putri dan pangeran


Baik di versi Disney maupun Gans, tidak cukup jelas hubungan antara Belle dan Beast sebetulnya seperti apa, Stockholm syndrome kah, friendzone kah, dengan momen Belle mulai jatuh cinta ke si Beast, kurang terasa sebagai proses yang tersampaikan dengan baik ke penonton. Padahal justru film-film ini adalah kesempatan mengeksplor lebih jauh dan mendalami olahan emosi yang mungkin juga tidak terlalu jelas pada literatur sumbernya.

Pada  versi Disney tapi masih lebih banyak momen yang diolah unuk menguatka hubungannya dengan Beast, seperti modus buku bacaan, main salju, travelling, dilengkapi lagu-lagu galaunya, walau seharusnya sih belum cukup untuk memutuskan jatuh cinta selain kita simpulkan bahwa Belle hanya ingin kehidupan lain daripada simple provincial life. Sementara pada versi Gans terasa telalu meloncat ketika cinta itu dinyatakan.
Selain titik jatuh cinta Belle pada Beast, respon Belle terhadap Beast yang berubah wujud menjadi pangeran juga merupakan blunder pada cerita Beauty and The Beast. Ya...okeh menerima apa adanya inner beauty lalu ternyata aslinya ganteng..apakah itu jadi bonus? Pada versi Gans, perbedaan usia tokoh Pangeran dan Belle yang cukup jauh terlihat dan bisa dihubungkan dengan latar sosial pada masamunculnya cerita Beauty and The Beast, ketika dikaitkan dengan kondisi sosial perjodohan gadis-gadis agar mau menerima om-om bangsawan yang walaupun sudah berumur dan jelek atau bahkan duda, tapi baik hati dan makmur.


Untuk latar sosial budaya sekitar, pada versi Gans bisa dilihat, perubahan trend fashion pada saat Beast masih menjadi pangeran dan saat bertemu Belle.  Ketika kutukan berlalu dan kembali berwujud pangeran, jaman sudah berubah sistem sosial tampak monarki sudah hilang, beberapa abad sudah berlalu, termasuk tentunya Revolusi Perancis. Pada Versi Disney rasanya janggal karena baru beberapa tahun berlalu, pangeran yang lalim bisa langsung diterima kembali oleh masyarakat, padahal sepertinya Revolusi menjelang tak lama lagi.


Untuk versi Disney 2017, cerita latar belakang masa lalu Beast juga merupakan tambahan dibanding animasinya dan menjadi sedikit variasi segar baik secara cerita maupun adegan, walaupun dasar kutukan Beast pada dasarnya sama, karena kesombongan dan kurangnya empati pada manusia. Sementara, dasar kutukan pada Beast versi 2014 sedikit lebih kompleks dan tidak dalam kondisi hitam-putih.


Secara keseluruhan, saya terhibur dengan kedua versi ini. Mudah-mudahan banyak orang juga bisa menghargai versi lain/ non Hollywood baik sebagai pembanding maupun penambah wawasan hiburan.

Belle (Lea Seydoux) & Beast (Vincent Cassel)






Monday, January 02, 2017

Sambalado Sejati

Ramala mempetisi Ayu Tingting:

Kembalikan kehormatan filosofis SAMBALADO!
Setelah (tidak sengaja) menyimak lirik lagu Sambalado, saya merasa telah terjadi penistaan terhadap makna dan filosofi dari istilah sambalado dalam lirik lagu tersebut.

Baik sambalado maupun sambal adalah produk budaya tinggi kuliner bangsa Indonesia, dengan ratusan, mungkin ribuan variasi dari Sabang sampai Merauke.
Istilah sambalado sendiri yang merupakan bahasa Minang, juga berarti aneka menu olahan cabai dengan ragam kombinasi bahan, bumbu, dan cara pengolahan, yang menghasilkan makanan dengan berbagai rasa dan warna, bukan sekedar pelengkap apalagi penyedap yang "enaknya di mulut saja". Sambalado merupakan unsur penting dalam menu masakan sebagai salah satu faktor penentu untuk asupan gizi pada tubuh manusia, bahkan bahan-bahan penyusunnya sendiri terbukti mengandung vitamin dan anti oksidan.

Sambal sejati bukanlah sekedar rasa pedas di mulut yang lalu hilang, apalagi yang ujung-ujungnya bikin sakit hati. Sambal sejati merupakan salah satu anugerah duniawi yang diberikan kepada manusia untuk dinikmati dan disyukuri.