Saturday, July 31, 2004

Lullaby untuk Van Gogh

Starry, starry night
Paint your palette blue and grey
Look out on a summer's day
With eyes that know the darkness in my soul

Ia tidak terpuruk dalam kegelapan. Ia hidup di dunia penuh warna yang tidak diketahui orang lain. Warna-warni yang seharusnya memberikan keceriaan dan kebahagiaan itu, baginya begitu sedih dan sepi....

Sejak suatu 'titik' di kehidupannya, Vincent menyadari takdirnya sebagai seorang pelukis, kemudian ia belajar dan berkelana dalam kesendirian sementara kekuatan warna membangkitkannya. Siapa perduli, siapa yang mendengarkan, bahwa Vincent Van Gogh sedang mengalunkan sebuah lullaby dengan keindahan warna-warna di atas kanvasnya.
Shadows on the hills
Sketch the trees and daffodils
Catch the breeze and the winter chills
In colours on the snowy linen land

Van Gogh mengajak kita menghargai alam yang asli sebagai sebuah melodi ciptaan Tuhan. Melihat keindahan alam yang terbentang di hadapannya, Vincent begitu terobsesi untuk "menangkap" semua dalam dirinya. Ia terus bekerja seperti lokomotif, melukis dan melukis, sambil berjuang melawan kegilaan yang semakin merasuk, ia menghasilkan ratusan karya.
Now I understand
What you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen, they did not know how
Perhaps they'll listen now

Starry, starry night
Flaming flowers that brightly blaze
Swirling clouds and violet haze
Reflect in Vincent's eyes of china blue

Siapa yang tidak suka memandang langit berbintang, jutaan kilauan yang terserak di langit gelap memberikan ketenangan dan kedamaian dalam renungan, Tapi, langit berbintang bagi Van Gogh begitu bergejolak. Awan yang bergulung, bulan dan bintang berpijar, langit yang berkilau dan begitu dinamis. Starry Night adalah lukisan yang dibuatnya ketika menjadi pasien di mental asylum St. Remy. Dari jendela kamarnya, Vincent menatap langit malam dan juga keindahan alam di luar 'penjara'nya itu.
Colours changing hue
Morning fields of amber grain
Weathered faces lined in pain
Are soothed beneath the artists' loving hand

Lukisan-lukisan ladang gandum adalah ekspresi rasa sepi dan sedih, namun juga tersimpan semangat dan pemulihan yang ia rasakan di tengah ketenangan dan keindahan alam. Vincent menyimak dan menangkap esensi dari pemandangan yang ia lihat, kemudian ditransformasikan menjadi melodi ekspresinya. Harapan akan kebebasan, rasa tertekan dan sakit, kesepian, kematian ia alunkan dalam goresan-goresan kuasnya..
Now I understand
What you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen, they did not know how
Perhaps they'll listen now

For they could not love you
But still your love was true
And when no hope was left inside
On that starry, starry night
You took your life as lovers often do
But I could have told you Vincent
This world was never meant for one as beautiful as you

Vincent Van Gogh, sang jenius dalam warna, jenius dalam sepi, pengembara dan penyendiri yang terkekang dan mengimpikan kebebasan, meninggal pada tanggal 29 Juli 1890, di usia 37 tahun, dua hari setelah menembak dirinya sendiri. Rasa frustrasi dan sepi yang berkepanjangan semakin menekan jiwanya. Ia ditertawakan dan ditakuti orang karena kegilaannya, Kondisi mental Vincent dinilai semakin memburuk sejak tahun 1889, setelah ia memotong sebelah daun telinganya, sering berhalusinasi, bahkan mengancam rekan pelukisnya dengan benda tajam.

Van Gogh telah menjadi semacam simbol ketersia-siaan, ketika dengan variabel waktu, suatu karya atau seorang manusia menjadi berharga justru ketika ia telah tiada untuk menikmati penghargaan itu. Semasa hidupnya, ia hanya menjual beberapa lukisan dengan harga yang sangat murah. Sekarang, Van Gogh bisa dikatakan seniman terpopuler sepanjang masa, di seluruh dunia. Lukisan-lukisannya terjual dengan harga yang semakin tak terbayangkan, pamerannya menarik jumlah pengunjung tertinggi, karyanya digemari berbagai usia, reproduksi karya-karyanya pada produk-produk lain konon banyak digunakan orang, bahkan film mengenai dirinya dan yang memitoskan kisahnya telah cukup banyak dibuat.
Starry, starry night
Portraits hung in empty walls
Frameless heads of nameless wall
With eyes that watch the world and can’t forget

Like the strangers that you've met
The ragged men in ragged clothes
The silver thorn of bloody rose
Lie crushed and broken on the virgin snow

Lukisan karya Vincent Van Gogh bisa menjadi teman bagi jiwa-jiwa yang kesepian, yang selalu mencari dan bertanya atau terjebak dalam gelap. Di tangan Van Gogh, ladang gandum, dedaunan, langit, pepohonan dan wajah manusia tampak ‘menyala’, menyentuh dan menggerakkan jiwa-jiwa yang memandangnya. Van Gogh tidak melukis manusia-manusia halus, tampan dan cantik. Di tangannya, wajah-wajah manusia sederhana tampil dengan kekuatan karakter dan pengalaman hidup. Bahkan lukisan potret wajahnya bagaikan menatap dengan tajam dunia yang telah mengecawakannya, tanpa secercah kebahagiaan terpancar.
Now I think I know
What you tried to say to me
And how you suffered for your sanity
And how you tried to set them free
They would not listen
They're not listening still
Perhaps they never will


Dengan kematiannya, Vincent bermaksud menggapai sebuah bintang dalam lukisannya, dan Vincent Van Gogh tetap hidup dalam namanya, dalam keindahan lukisan-lukisannya.


Lagu: "Vincent" (by: Don McLean, 1971)




"Looking at the stars always make me dream..
Why, I ask myself,
shouldn’t the shining dots of the sky be as accessible
as the black dots on the map of France?
Just as we take train to get to Tarascon or Rouen,
we take death to reach a star."

(Vincent Van Gogh)

No comments: