Monday, May 26, 2008

Menelenovela

Suasana hatiku koq lagi aga menelenovela. Bukan, bukan karena sayanya lagi memadu menye-menye. Justru sangat kebalikannya. Tapi saya sedang betul-betul kangen akan telenovela-telenovela favorit saya. Awalnya, mendadak kangen Enrique. Maka saya minta si bambumuda mencarikan donlodan gratis lagu Nunca Te Olvidare yang merupakan soundtrack telenovela dengan judul sama, atau yang di indonesia dikenal dengan judul Esperanza. Untung dia berhasil. Dulu saya pernah mencarinya ke mana-mana, cuma dapet cicip dengar sebaris. Sekarang senangnya sudah dapat mp3nya hiehehe

Enrique Iglesias. Itu satu-satunya alasan saya menunggui TV di jam tertentu untuk menonton pembukaan telenovela Esperanza. Lagu pembukaannya memang luar biasa romantis. Kalau Cerita filmnya mah... amit amiiiiit! Dalam alunan suara merdunya si abang ini (by the way saya sangat suka suaranya, kalau orangnya secara fisik mah biasa ajah hihi..) , saya juga jadi terbayang-bayang Edith Gonzales, si pemeran Esperanza, dan tentunya melayang lebih jauh ke telenovela terbaik sepanjang masa, yaitu Corazon Salvaje, yang di indonesia dikenal dengan "Hati yang Berduri" lalu terbayang2 om ganteng Eduardo Palomo almarhum. Kangeen!!!.. dulu waktu film itu diputar di televisi, saya masih SMP. Walaupun terlalu kecil untuk mememahami telenovela yang berat untuk dewasa seperti itu, selain karena komentar2 positif ibu saya, saya sendiri pun cukup mengerti kalau itu adalah serial yang sangat bagus. Mulai dari kostum, akting bahkan plot ceritanya bagus dan memikat. Sebetulnya saya sudah lupa cerita lengkapnya, hanya ingat saja bahwa ceritanya bagus (well, memory is your interpretation).

Kemunculan om Eduardo selanjutnya yang saya tonton adalah di serial Ramona. Dengan setting sekitar abad 19 (??). Di sana dia berperan sebagai Alejandro de Asis, seorang Indian (atau campuran ya?) dari suku Yahi yang sedang berada di ujung kepunahan dibantai para Yankee Amerika. Ramona adalah contoh telenovela dengan pola yang tidak biasa. Secara umum tele satu ini sangat gloomy dan cukup lambat sehingga saya tidak begitu gemar mengikutinya. Tapi ceritanya sangat bagus, karena memiliki muatan sosial dan humaniora yang berat dan dikemas dengan menyentuh. Tidak sekedar konflik antara orang kaya berebut warisan dari wanita miskin yang sederhana dan tulus tapi ujung-ujungnya tetep aja bertransformasi jadi cewe kaya yang gaya.

Kisah cinta Ramona dan Alejandro berakhir tragis dengan fitnah dan hukuman gantung bagi Alejandro saat Ramona sedang mengandung anaknya. Kehilangan Ramona digambarkan dengan sangat tragis di telenovela ini. Sementara itu, Felipe, kakak angkat Ramona yang mengira bahwa Ramona adalah adik satu ayah hasil perselingkuhan ayahnya juga memendam perasaan yang tulus dan telah merelakan Ramona yang menikah dengan Alejandro. Namun, belakangan ia
mengetahui bahwa itu adalah kebohongan. (Maxudnya, sebetulnya mereka bisa aja jadian).

Pada suatu hari untuk menonton Ramona, saya berlari dengan segenap energi setelah berhasil mabal dari studio AR ke ruang santai LFM ITB. Mana kutahu sebelumnya kalau itu episode terakhir. Kali itu saya bersemangat benar untuk menontonnya, karena beberapa episode sebelumnya, cerita menjadi sangat menarik. Namun padatnya jadwal kuliah dan tugas, dan jam tayang yang sangat "NGGAK BANGET" (jam 9 pagi booo) membuat saya melewatkan banyak episode. Kali itu, di episode terakhir, hanya lima menit terakhir yang aku tonton dan... dan... SANGAT ROMANTISSSSSS!!!!!

Kira-kira begini: Dikisahkan Ramona sudah menikah dengan Felipe, dan telah memiliki satu anak lagi dari pernikahan keduanya ini. Dia mendongeng pada anak-anaknya yang sebetulnya cerita tentang kehidupannya dan Alejandro dan Felipe. Lalu, ketika Felipe menanyakan pada Ramona: "Bagaimana akhir ceritanya? apakah bahagia?" Ramona berkata: "Sangat bahagia".

Hanya segitu yang saya tonton. Untung, untuuuuung masih terkejar. Dengan entah berapa puluh atau berapa ratus "bloody episodes" sebelumnya, adegan terakhir itu sangat memberi arti karena kisah cinta segitiga antara mereka tidak seperti yang biasanya seperti di kebanyakan telenovelatina, apalagi sinetron Indonesia (cuihhhccchh).

Hmmmm semoga suatu saat Corazon Salvaje dan Ramona dan Gadis Pemimpi (semuanya ada Eduardo Palomo alm.) diputar lagi di TV. Jauh lebih bermutu daripada sinetron-sinetron ataupun Reality Show yang sekarang merajalela.


Tuesday, April 29, 2008

Dream in Hell


Another great, deep, imaginative, perfect (if perfections exists in this world) and cinematic scene from The Book of Sandman by Neil Gaiman


Saturday, April 26, 2008

Dalam rangka Hari Bumi, atas kerinduan akan Disney's Classics

Kelestarian ala Disney


Dapatkah kita melukis dengan menggunakan warna–warna yang dimiliki angin dan bernyanyi dengan suara gunung? Menurut Pocahontas - putri kepala suku indian dalam film Pocahontas - manusia baru akan dapat “memiliki bumi” bila bisa melakukan kedua hal itu. Hal yang dianggap tidak mungkin, karena gunung adalah makhluk tak bernyawa - tak bersuara - dan angin merupakan gerakan udara yang tak berwarna.

Manusia tak akan dapat memiliki bumi. Benarkah demikian? Tentunya lagu Colors of the Wind yang dinyanyikan Pocahontas itu memiliki makna yang jauh lebih dalam. Memiliki bumi bukan berarti menguasainya, sehingga dapat mengklaim sepetak tanah beserta makhluk-makhluk dan sumber daya yang terkandung sebagai komoditas milik pribadi. Memiliki bumi seharusnya bermakna memahami setiap kehidupan di dalamnya, menghargai dan menjaga sambil mengambil manfaatnya. Seluruh alam ini adalah milik Tuhan, dan kita hanyalah salah satu komponen dari suatu sistem yang besar. Setiap makhluk di alam ini - bahkan benda tak bernyawa seperti karang dan gunung - memiliki jiwa dan nama sehingga patut untuk dihargai keberadaannya.

Begitu banyak yang tidak diketahui manusia, namun bisa dipelajari dengan menyimak segala isyarat dan pertanda alam. Dengan menyimak, kita bisa tahu bahwa angin bisa memiliki warna, seperti saat ia meniupkan pasir atau dedaunan, dan saat ia membawa kabut. Gerakan angin pun dapat dirasakan dan digambarkan memiliki pola dan arah. Gunung bersuara saat magma di dalamnya bergolak mengeluarkan suara gemuruh dan juga saat angin menghantam atau menyelusup pada celah-celah tebing dan gua. Bahkan, bunyi gema juga bisa diartikan sebagai suara gunung. Bukan kita yang membuat mereka berwarna atau bernyanyi. Kita hanya dapat mengamati dan menyimak. Dengan demikian, kita bisa melihat lukisan sesuai pola dan warna yang tampak dan menyenandungkan irama dari bunyi-bunyi yang kita dengar. Manusia yang mampu melakukannya berarti mampu menghargai dan mengagungkan anugerah Tuhan tersebut, sehingga tidak akan bertindak sebagai perusak.

Pada film ini, misi Pocahontas lebih mengarah kepada rekonsiliasi dua bangsa manusia. Kedamaian suku Indian dan alamnya terusik ketika orang Inggris datang untuk menduduki tanah Amerika. Dalam kehidupan di desa Pocahontas, digambarkan kaumnya masih sangat menyadari ketergantungan mereka kepada alam. Sebagai petani dan pemburu, mereka hidup selaras, seimbang mengikuti siklus alam sambil mensyukuri – pada roh agung yang mereka puja - apa yang dianugerahkan kepada mereka. Ketamakan dan keangkuhan yang dibawa pihak kolonial dikhawatirkan akan segera menghancurkan kelestarian alam tempat bergantung bangsa Indian. Namun, Pocahontas menyadari pentingnya keselarasan antara dua bangsa manusia tersebut. Saling curiga dan tidak saling memahami hanya akan menyebabkan perpecahan berkepanjangan dan kerusakan yang lebih parah lagi. Perdamaianlah yang diperjuangkan Pocahontas – antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam.

Tidak jauh berbeda dengan Pocahontas, tema film Bambi dan The Lion King menghadirkan konsep mengenai siklus alam dan lingkaran kehidupan. Setiap individu akan dilahirkan dan mati. Lalu, akan muncul lagi individu baru. Untuk menemukan atau menyadari peran dan posisi di dalam lingkaran itulah banyak yang akan dilalui dan diperjuangkan.

Dalam film Bambi, digambarkan siklus pergantian musim seiring perkembangan yang dialami Bambi. Ia tumbuh dewasa, menemukan pasangannya dan akan lahir ‘bambi’ kecil lagi. Demikian juga dengan Simba dalam The Lion King, ia menggantikan tempat ayahnya dan memiliki putra mahkota yang akan menggantikannya juga kelak. Dalam kehidupan manusia memang tidak sesederhana itu. Peran dalam kehidupan yang bisa dipilih sangat beragam, dan manusia memiliki begitu banyak obsesi. Namun, pada intinya, hal yang paling mendasar sebenarnya sama saja, yaitu meneruskan dan menjaga berlangsungnya siklus kehidupan di bumi sesuai takdir dan jatah waktu masing-masing.

Manusia di film Bambi hadir sebagai pihak perusak tanpa sosoknya yang terlihat. Kehadiran mereka diketahui dari suara tembakan yang membunuh Induk Bambi dan kebakaran hutan yang mereka timbulkan. Akibat dari ulah mereka yang ditampilkan disini mengingatkan kita bahwa seekor hewan pun akan merasa kehilangan ketika terpisah dari keluarganya.

Dibandingkan dengan Bambi, film The Lion King lebih mempersonifikasi binatang-binatang tokohnya. Sama sekali tidak ada tokoh manusia di dalamnya. Namun, karakter manusia yang rakus disimbolkan pada tokoh Scar dan konco-konco hyenanya. Mungkin agak rancu melihat pencampuran sifat-sifat manusia dan hewan seperti di film ini. Bagaimana mungkin berbagai jenis binatang – herbivora, omnivora maupun carnivora - berkumpul untuk menyaksikan kelahiran pangeran singa, yang mungkin nantinya akan memangsa mereka. Tapi, hal ini menyimbolkan bahwa justru hewan-hewan dapat hidup harmonis dalam suatu ‘kesepakatan’ hukum rimba, yaitu bahwa setiap individu tidak boleh mengambil lebih dari apa yang bisa dia berikan. Kesepakatan yang akan mewujudkan keseimbangan sesuai dengan teori transfer energi dalam siklus rantai makanan. Ketika Scar cs berkuasa, negeri mereka mengalami kerusakan yang parah. Hal ini disebabkan terjadinya ketidak-seimbangan yang merusak seluruh sistem.

The Jungle Book dan Tarzan lain lagi. Kedua kisah ini mengangkat kasus identitas dan jati diri manusia di antara spesies-spesies lain. Manusia yang tidak dibesarkan dengan manusia lain bisa saja bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya. Persahabatan yang terbina antara hewan dan manusia bisa tidak kalah kuat dari persahabatan antara sesama manusia. Tapi, bagaimana ketika Ia bertemu dengan spesiesnya sendiri? Ternyata begitu sulit untuk menyesuaikan diri di lingkungan yang seharusnya namun justru terasa begitu asing. Apalagi, ternyata manusia bisa menjadi musuh bagi hewan-hewan.

Pada kedua film di atas, diangkat pemahaman bahwa keluarga hewan maupun manusia pada dasarnya sama: ada kasih sayang, perlindungan dan kepercayaan dengan naluri dan caranya sendiri. Manusia dapat memberikan kasih sayangnya untuk mengasuh dan membesarkan seekor hewan, demikian juga sebaliknya. Namun, banyak manusia serakah yang tidak menyadarinya sehingga merusak sistem yang harmonis itu. Manusia merasa berhak mendatangi dan mengusik kehidupan makhluk lainnya, bahkan sanggup membunuh seekor hewan hanya untuk mengambil satu bagian tubuhnya, atau menjadikan hewan – hidup ataupun mati - sebagai benda yang bisa dipamerkan.

Manusia, hewan, dan tumbuhan sebagai bagian dari siklus alam. Sebuah nilai yang sangat mendasar dan perlu ditanamkan pada nurani setiap manusia. Film kartun merupakan media yang efektif untuk menyampaikan berbagai pesan dan nilai tersebut, dengan suatu kemampuan bertutur dan pengemasan yang baik sesuai target audiencenya. Pihak Disney – terlepas dari kasus orisinalitas maupun penyimpangan pada jalan cerita – memiliki caranya sendiri. Film-film kartun Disney’s Classic sampai sekarang diminati oleh penonton dari semua umur, dan tetap populer, terutama dikalangan anak-anak dan remaja.

Dengan kisah-kisah menarik, drama, lelucon, keindahan gambar, terutama dengan musik dan lagu-lagunya, film-film ini berusaha mengetuk kesadaran manusia akan keselarasan, keseimbangan, siklus, dan perannya di atas bumi. Memang menyenangkan dan menyentuh, cara Disney…

--Ramala Pualamsari--

29 Jan 2003

Thursday, March 27, 2008

Kenapa Sambalado


Karena saya tidak bisa makan tanpa sambal.
Tidak bersyukur? Bisa, bisa koq..hanya tentunya itu bukan makan yang lengkap kalau tanpa sambal.

Kenapa Hot? karena sambal itu pada dasarnya pedass, tentu dengan tingkat kepedasan yang berbeda-beda
Kenapa Sweet? karena sambal tidak sekedar pedas yang membakar. akan muncul rasa manis yang berasal dari kombinasi bahan yang digunakan
Spicy? Karena berbagai bumbu berpadu bersama bahan utama sambal, jenis-jenis cabai (cabe merah, ijo, rawit, dll), memberi variasi rasa yang membuat makan kita menjadi nikmats. Mungkin ada puluhan bahkan ratusan ( ???) variasi jenis sambal di Indonesia ini. Semua tergantung kombinasi bumbu, sesuai selera di tiap daerah dan juga selera masing-masing yang membuat dan yang memakannya.

Kalau ditotal, di seluruh dunia. Waduh ada berapa macam sambal ya?


PS: (Gak penting, pasti masyoritas orang indonesia udah pada tau) Sambalado itu bahasa minang, maksudnya sambal-lada, ya sambal yang pedas berarti. Kalau "Samba" itu artinya lauk pauk (begitu khan....?? maklumlah, orang minang "murtad" begini. Tapi yang pasti saya penganut Matrilineal =>)