Tuesday, January 01, 2013

5 cm dalam sehelai mi instan berMSG




(Semi Spoiler Alerts!)



Mungkin tidak salah kalau ada yang percaya bahwa pembodohan warga Indonesia itu memang disengaja dan dilakukan dengan sistematis. Bagi saya, film 5 cm adalah salah satu buktinya. Maaf kalau terbaca lebay, tapi percayalah, opini ini muncul karena film tersebut yang sangat super duper lebay.
Saya tidak baca bukunya jadi sama sekali tidak akan ada perbandingan antara novel dan buku di tulisan ini.

Lebay,  tidak logis dan penuh pembodohan memang bukan berarti tidak menghibur. Film yang diangkat dari novel yang katanya best seller (?) ini jelas sekali dibuat dengan suatu idealisme film sebagai objek komersialisasi dan konsumerisme. Pemerannya cakep-cakep, bajunya keren-keren, musiknya enak dan selipan humor2 kecil ditambah dengan pemandangan alam yang indah merupakan hiburan yang dicari dan dinikmati banyak orang (terutama) anak muda, terbukti dari penuhnya bioskop-bioskop, sampai beberapa bioskop memutarnya di dua studio per hari. Waktu releasenya yang menjelang musim liburan pun merupakan strategi marketing yang jitu.

Para pemeran dipilih dengan tepat  untuk memikat banyak penggemar. Akting mereka lumayan sinetron, dengan Herjunot Ali yang tampil lumayan sedikit rada menarik, dan Saykoji yang cocok dengan karakter komikalnya sebagai orang dengan fisik gendut yang selalu di sinetron Indonesia yang selalu dijadikan lelucon konyol. Fedi Nuril super garing, Denny Sumargono emang nampang doang, kekakuannya sih sedikit lucu. Kalau pemeran ceweknya kaku semua, tapi pastinya termaafkan karena cantik


Film 5 cm seharusnya bisa tenang-tenang saja dengan identitasnya sebagai film hiburan ringan kalau tidak berusaha terlalu menggurui dengan berbagai informasi yang menyesatkan. Jadi maaf saja kalau banyak celaan di tulisan ini.
Pertanyaan utamanya adalah, kenapa dengan modal yang (entah berapa) pastinya sangat sangat tidak kecil, waktu dan energi yang banyak dihabiskan, produser film ini tidak bisa menggunakan modalnya dan berpikir sedikit, sedikiiiiiiiiiiiit saja dan berusaha agar film ini jadi sedikit logis yang sebanding dengan sifat mengguruinya? Dengan gembar gembornya yang berhasil menarik penonton sekian banyak, kenapa tidak dimanfaatkan untuk wawasan yang rada bermutu?

Tema film ini adalah persahabatan yang disertai kisah cinta, dalam perjuangan meraih mimpi  untuk (duh!) sampai ke puncak Mahameru yang membangkitkan semangat nasionalisme. Semua itu sayang sekali tidak tertuang ke dalam film ini dalam suatu hubungan yang logis sebagai kesatuan cerita.

Tentang persahabatan:
Entah apakah suatu kutukan atau anugrah kalau bisa punya sahabat yang setiap wiken selalu nongkrong bareng selama...what... hampir 10 tahun? tanpa absen? Gak punya pacar selama itu masih mungkin lah tapi tidakkah mereka yang kuliah, kerja, pastinya punya teman2 lain dan keluarga yang sekali2 juga punya acara? Darimana persahabatan mereka dimulai? Sempat disebut umur salah satunya 24 tahun, berarti mereka mulai nongkrong bareng tiap wiken dari SMP/ SMA? apakah kegiatan mereka benar2 cuma nongkrong atau karena punya suatu kegiatan spesifik bersama? dalam ketidak jelasan itu lah dnarasikan bagaimana  5 orang ini: Genta, Jafran, Riani, Ian dan Arial menjalani kehidupan masa mudanya.

Semua itu malah semakin terasa janggal ketika salah satu dari mereka, tiba-tiba menyatakan merasa bosan, seperti dipaksakan dengan pernyataannya yang tidak terasa natural apalagi dilanjutkan dengan ide untuk tidak bertemu dan tidak saling kontak untuk jangka waktu tertentu.

Tentang karir: Dari latar belakang masing-masing tokoh yang dinarasikan oleh tokoh Jafran, dan juga yang digambarkan di film, tidak jelas apa pekerjaan masing2. Genta mungkin semacam EO yang kadang mroyek bareng Riani. Riani cewek kantoran entah apa. Ian jelas karena masih kuliah, Arial urusannya cuma fitness, apakah dia atlit? tidak jelas. Si Jafran sendiri yang kerjanya cuma berpuisi2 buat lagu dan album narisis. Hmmm okeh, anggaplah mereka memang baru 1-2 tahun lulus kuliah jadi masih belum jelas pekerjaannya. Beruntung sepertinya keluarga mereka mampu mensupport.

Tentang percintaan: Diantara mereka, ada yang tumbuh perasaan suka (antara cowok-cewek, alhamdulillah) yang tidak terungkapkan karena merasa terlalu nyaman berteman, bla bla ya standard lah, sudah banyak kita temukan di komik, serial cantik, sitcom, romcom. Ngecengin dan ngejar2 adik sahabat, cowok pemalu yang gak berani kenalan sama cewek, cewek yang galau2 gara2 merasa tidak boleh nembak cowok, yaaaa standard juga. Eksekusinya cukup mensinetron tapi dibanding banyak hal2 lainnya di film ini, topik ini justru masih bisa saya terima sebagai sekedar faktor komedi dan sedikit twist cerita.


Tentang Sponsor:
Sepertinya sudah jadi ini fenomena film2 layar lebar komersil Indonesia belakangan ini (yang pasti saya lihat di film2 produksi Punjabis dan Sorayas), produser nambah modal dengan memasukkan iklan sponsor dengan sangat mencolok. Hasilnya biasanya sangat  mengganggu karena tidak divisualisasikan dengan halus. Sebegitu harus eksisnya produk2 tersebut. Untuk film 5 cm:  Pertamax, oke lah sekalian menunjukkan tokoh2 di film ini adalah kalangan "mampu". Selanjutnya: Indomie. Produk mi instan berMSG bisa tampil dengan sangat terang-terangan di film ini sama sekali mengabaikan edukasi mengenai pola makan.  Di satu sisi mungkin membuat banyak orang merasa relate karena dengan teknik pemasaran Indomie (yang salah satunya dengan iklan di film ini) tempat-tempat anak muda nongkrong sambil makan Indomie masih saja eksis. Tapi tidakkah ini salah satu bukti pembodohan di film ini?

Tentang Pendakian:

Setelah memutuskan berpisah selama tiga bulan, Genta mengatur pertemuan mereka di stasiun kereta, tanpa memberi tahu mereka akan ke mana. Sampai di Malang, lanjut ke Tumpang lalu naik jip dan di tengah perjalanan dengan jip barulah dia menunjukkan tujuan mereka, Dan tiba-tiba, semua sepakat itulah mimpi mereka dan mereka bertekad agar bersama berdiri di puncak Mahameru yang baru ditunjukkan Genta. Selanjutnya, di setengah (?) bagian film, gunung Semeru tidak sekedar jadi latar cerita, tidak sekedar tempat indah untuk variasi tempat bermain sekelompok anak muda. Proses perjalanan mereka di Semeru itu menjadi inti cerita yang esensial karena berulang2 mereka, terutama Genta, membahas dan menyebut gunung ini berkaitan dengan tekad, tujuan, mimpi mencapai puncak .

Kalau tidak sanggup (atau tidak mau) menunjukkan bagaimana melakukan suatu hal dengan benar, maka tidak usah menggurui. Kalau tidak bisa menjelaskan bagaimana persiapan perjalanan mendaki gunung api tertinggi di pulau Jawa, tidak usah menyebut daftar perlengkapan yang tidak lengkap dan sangat jauh dari standard bawaan minimal. Kalau tidak tahu bagaimana seharusnya melakukan summit attack dari ketinggian 2900an sampai ketinggian 3676 mdpl, tidak usah menyebutkan prosedur yang salah. Terlalu berisiko membawa 5 orang yang belum pernah naik gunung, tidak telatih dan, tanpa persiapan fisik dan mental, tanpa koordinasi sebelum berangkat, dan tanpa guide dan porter.
Genta tiba2 muncul sebagai orang yang berpengalaman dan memimpin teman2nya. Padahal di awal film tidak ada petunjuk sama sekali bahwa dia orang yang hobi naik gunung. ya kalau tiap minggu nongkrong di warung indomi, kapan dia ke gunungnya? Kalaupun iya pernah, masak dia tidak pernah cerita ke teman2nya bahwa kalau ke kota Malang lalu ke Tumpang itu adalah langkah awal buat naik Semeru?
Dan sekali lagi, sejak kapan sih mencapai puncak Mahameru menjadi impian bersama mereka semua??

Persinetronan Indonesia memang tidak dikenal dari kemampuannya menampilkan suatu profesi ataupun hobi dengan baik. Mulai dari pembantu rumah tangga, polisi, sampai direktur, coba dibandingkan, berapa persen yang memang mendekati kondisi sesuai kenyataan? Bahkan permain sinetron yang kira2 baru masuk kuliah saja bisa berperan jadi dokter sepsialis, dengan rambut gondring sasak dan muka super baby face, asal berjas putih dandan parlente.
Maka, di film yang mensinetron ini jangan harap mendaki gunung yang termasuk hobby dan juga profesi bagi sebagian orang akan diperlihatkan dengan benar.  Padahal sebagai topik utama yang banyak dielu-elukan oleh penggemarnya dan media, setidaknya, harusnya jangan mencontohkan hal yang salah juga kali ye!!!


Mengenai Nasionalisme:
Nasionalisme di film 5 cm, lagi-lagi merupakan hal yang muncul mendadak tanpa nyambung. Tiba-tiba mereka bangga dengan Indonesia setelah menjalani pendakian ini, dengan berbagai macam deklarasi kegombalan dan kebanggan. Padahal topik nasionalisme belum pernah muncul sebelumnya. Gampang sekali ya mencintai Indonesia ketika berada di tengah keindahan alam. Jadi selama ini waktu tinggal di Jakarta, isi bensin pake Pertamax, makan mi instan berMSG, enak2 di rumah orang tua tidak ada yang merasakan nasionalisme?

Jadi apa sebetulnya pencapaian dari film ini?  membangkitkan nasionalisme dengan sekedar meneriak2kan cinta Indonesia? Tidak jelas bagaimana sebetulnya kadar nasionalisme mereka dalam aplikasi kehidupannya, sebelum dan sesudah naik gunung, apa ada yang penting?
Tentang persahabatan dan cinta? banyak film lain yang menampilkannya dengan lebih baik.
Mempromosikan gunung Semeru? percaya lah sebelum ada film ini, sebelum ada bukunya, gunung itu sudah populer dan ramai. Memotivasi penonton, terutama para pemuda untuk naik gunung di Indonesia? Atau justru membodohi mereka dengan menampilkan kesannya naik gunung itu gampang dan enteng? Tentang mengejar mimpi? mimpi apa buat apa sih?

Pencapaiaannya untuk sekedar memberi variasi pemandangan di layar selain suasana standard persinetronan ya boleh lah. Atau mungkin memang berhasil mereka memberi harapan buat yang memang sudah ingin mencapai puncak Mahameru, dan memberi ide buat yang tadinya tidak berniat, atau mungkin nostalgia untuk yang sudah pernah. Memberi harapan buat yang sedang berfriendzone juga. Selebihnya tidak ada yang penting bisa didapat dari film ini.


Buat yang belum tau arti 5 cm, bagi saya itulah jarak minimal dari kening saya yang diperlukan untuk JIDAT PALM!




Nah kayaknya gue udah banyak nyela film 5 cm nih, Siapa yang mau ribut ama gue?

PS: Annoying details will be released with  Full spoiler alert in the next posting. Maybe.




2 comments:

AndoRyu said...

Saya juga sebal dengan film ini. Pengen ngendumel tapi lagi males nulis. Syukurlah ada juga orang yang akhirnya mencurahkan kelebayan film ini dalam bentuk tulisan. Setidaknya saya merasa pikiran saya terwakili dan ada teman tempat berbagi kesebalan.

Btw, kemarin waktu saya nonton, ada beberapa bocah SD dan SMP yang nonton. Jadi penasaran, apa yg ada dipikiran mereka pas liat adegan cewek seksi lenggak lenggok pakai G-String plus adegan setan Jafran melambaikan kancut G-String yah?

Salam facepalm sejarak 5cm!

cselvalva said...

Salam juga. iya ini film untuk remaja, pas adegan G-string itu bikin facepalm banget hehe