Wednesday, November 08, 2006

Janjimu..(ini judul memadu pisan)

Ekspektasi terlalu tinggi terhadap suatu film, mungkin akan membawa kekecewaan. Dan itu terjadi cukup sering, tapi tidak selalu.

Film The Promise mengandung janji. Salah satu sutradara favorit, aktor favorit, dan mimpi big budget. Tapi, karena khawatir kecewa, ketika gaungnya film itu tidak terlalu terasa setelah releasenya, saya tidak begitu bersemangat juga walaupun tetap penasaran. Dan, ketika akhirnya bisa menyempatkan waktu menontonnya....


Konon, sang sutradara berniat untuk membuat film epic fantasy penuh action, yang tetap memiliki esensi cerita yang menyentuh. Ternyata, film ini didera banyak kritik. Mungkin karena high expectation tadi. Pertama, efek-efek CGI yang gagal. Kedua, ada juga yang mencela kemunculan aktor tertentu di film itu. Lalu yang ketiga, ceritanya juga tidak semenyentuh yang diharapkan, apalagi dengan action2 yang ada. Really?

Ternyata, menurut saya sih tidak seperti itu. Memang, animasi CGI yang ada agak merusak keindahan gambar2 yang seharusnya muncul. Ah, itu Cuma masalah ketertinggalan teknologi. Lalu, setelah mendalami lebih jauh..... Yep! LLLLLOOOOVING IT! Bagi saya, tidak seperti film House of Flying Dagger, The Promise justru bisa membekas di pikiran, dan menimbulkan keinginan menontonnya beberapa kali.

Wu ji

The Promise (International: English title) (Singapore: English title)

Master of the Crimson Armor (USA) (pre-release title)
Mo gik (Hong Kong: Cantonese title)

Directed by
Kaige Chen

Writing credits
Kaige Chen

Credited cast:

Dong-Kun Jang .... Kunlun
Hiroyuki Sanada .... General Guangming
Cecilia Cheung .... Princess Qingcheng
Nicholas Tse .... Wuhuan
Ye Liu .... Snow Wolf
Hong Chen .... Goddess Manshen
Cheng Qian .... The Emperor

Anthony Wong .... (voice)


Di sebuah negeri antah berantah, di jaman entah kapan, seorang jenderal ternama Guang Ming (Hiroyuki Sanada) yang terkenal sebagai tentara berdarah dingin dan dijuluki Master of the Crimson Armour* (* baju perang kehormatan Sang Jenderal), yang dapat mengorbankan apa saja demi membuka jalan kemenangan perang, membuat taruhan dengan seorang jin/ peri/ dewi(??) yang tampaknya punya hobi iseng mengusik kehidupan manusia. Guang Ming yang tidak percaya akan visi takdirnya yang diperlihatkan sang dewi, yakin bahwa ia mampu merubahnya. Namun ia mengambil jalan yang salah untuk memenangi taruhan tersebut. Guang Ming mengirim budaknya, Kun Lun (Jang Don Gun), untuk suatu misi menyelamatkan raja, yang malah berakhir dengan Kun Lun membunuh raja yang tidak dikenalnya karena tampak sedang membahayakan Putri Qin Cheng, selir sang raja.


Cerita berlanjut dalam kompleksitas perasaan ketiga tokoh. Qin Cheng jatuh Cinta pada orang yang menyelamatkannya, yang ia kira adalah Jenderal Guang Ming dibalik crimson armour dan topengnya. Kun Lun yang berkali-kali terlibat misi penyelamatan putri, perlahan mulai memupuk perasaan cinta pada Putri tanpa ia pahami. Sementara Guang Ming, yang menjadikan Putri sebagai salah satu kemenangan baginya, terjebak pula dalam dilema kebohongan dan perasaan.


Saingan Guang Ming yang bermaksud merebut kekuasan setelah kematian Raja adalah seorang pemuda yang kejam, Wuhuan (Nicholas Tse). Ia berniat merebut Crimson Armour dari Guang Ming, dan juga tampak memiliki obsesi tersendiri terhadap Qin Cheng. Wuhuan memiliki kekuatan mengendalikan seorang pembunuh bayaran, Snow Wolf, yang ternyata berasal dari kampung halaman yang sama dengan Kun Lun. Usaha Snow Wolf membantu KunLun mengancam nyawanya sendiri. Konflik berkembang antara perebutan kekuasan, harga diri dan eksistensi.


Walaupun jalan ceritanya memang cenderung seperti dipaksakan, namun cukup bisa diterima dalam keterkaitan kejadian sebagai rangkaian masalah yang muncul. Kejadian demi kejadian, termasuk masa lalu yang dialami para tokoh bisa dipahami sebagai pengaruh yang mentransformasi karakter mereka. Terutama pada tokoh Guang Ming, Hiroyuki Sanada sangat cocok menampilkan sang Jenderal yang angkuh penuh wibawa sampai Guang Ming yang perlu diberi simpati namun masih memiliki dignity.


Nicholas Tse, yang lebih cocok tampil sebagai anak muda generasi 2000-an atau polisi keren, atau penyanyi idola, dengan kostumnya di film ini tampak super aneh dan bisa jadi bahan tertawaan. Bagaimanapun, ia tampil cukup berkarakter untuk perannya yang berbeda dari biasa ini, dan as charming as usual! Salah satu kekurangan justru pada pemeran putri Qin Cheng....Cecilia Cheung memang manis cantik dan lembut, lalu dapat pula tampak angkuh dan misterius. Tetapi, ia tidak cukup mampu menampilkan emosi yang seharusnya sangat kompleks pada Qin Cheng sehingga terasa kurang kuat untuk sampai pada penonton. Sebagai inti dari berbagai konflik dalam kisah ini, karakter Qin Cheng menjadi terasa hambar.


Dalam keabsurdan fantasi yang ada, mari mencoba mendalami esensi emosional yang ingin disampaikan. Kompleksitas perasaan para tokoh timbul tanpa jawaban yang pasti bagi para penonton. Salah satu ciri khas yang sering muncul di film Cina-Hong-Kong dan sebangsanya.


Dan itulah bagian yang paling saya suka.


No comments: